Thursday, 10 July 2014

proposal penelitian tingkat kemiskinan

"FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMISKINAN MASYARAKAT DI DESA SINDANG DATARAN KABUPATEN REJANGLEBONG PROVINSI BENGKULU".
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. Kondisi keterpurukan / resesi ekonomi di negara-negara Asia pada akhir tahun 90-an hingga kini semakin menambah jumlah keluarga miskin di negara berkembang termasuk Indonesia. Dimana krisis ekonomi telah menyebabkan bertambahnya penduduk miskin, yang selanjutnya berdampak pada penurunan kualitas hidup penduduk Indonesia.Menurut Soegijokodalam lbnussalam (2003), kemiskinan merupakan kondisi dimana individu atau masyarakat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan keluarganya seperti sandang, perumahan, pangan, pendidikan, kesehatan dan lain-lain. Artinya kemiskinan tersebut merupakan masalah mendasar atau mendesak yang harus ditangani secara terpadu, terintegrasidan terencana dalam konteks pembangunan nasional dan daerah.
Dalam konteks penanggulangan kemiskinan di Indonesia, berbagai program dan kebijakan pemerintah telah dilaksanakan antara lain melalui pemberian kredit murah, program pembangunan infrastruktur dasar dan berbagai program pengembangan kelembagaan pembangunan seperti Pengembangan Kawasan Terpadu (PKT), Program Peningkatan Pendapatan Petani Kecil (P4K),  Program Pengembangan Wilayah (PPW) dan lain-lain (Nugroho dalam Dewanta, 1995).Mulai tahun 2006, Pemerintah telah memiliki konsep penanggulangan kemiskinan secara terpadu dengan basis pemberdayaan masyarakat yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dengan tujuan meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat.
Program pengentasan kemiskinan (Poverty alleviating program) yang  telah dilaksanakan pemerintah tersebut diatas belum memberikan hasil optimal, yang ditandai dengan masih banyaknya jumlah penduduk miskin di Indonesia.  Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2011 menunjukkan bahwa penduduk miskin Indonesia mencapai 29.890.140  jiwa atau sekitar 12,36 % dari jumlah penduduk Indonesia.



Jumlah penduduk miskin di Propinsi Bengkulu berdasarkan Data Biro Pusat Statistik tahun 2012 tersaji pada tabel 1.1.
Tabel 1.1.Data Jumlah Penduduk miskin di Propinsi Bengkulu

Propinsi    2002    2003    2004    2005    2006    2007    2008    2009    2010      
Bengkulu Selatan    91.032    107.501    112.890    138.164    148.927    152.335    178.157    210.781    238.642      
Rejang Lebong    90.321    106.722    114.776    141.176    165.007    172.551    238.072    239.407    271.051      
Bengkulu Utara    96.107    113.049    124.072    151.742    166.935    171.744    177.042    207.952    235.439      
Kaur    1)    108.696    115.145    103.886    137.793    148.526    159.641    189.746    214.826      
Seluma    1)    109.673    115.171    154.215    177.209    184.488    210.229    216.250    244.833      
Muko-Muko    2)    116.475    125.169    141.666    166.740    174.677    183.293    215.021    243.442      
Lebong    3)    3)    3)    121.613    147.002    155.040    173.299    197.915    224.075      
Kepahyang    3)    3)    3)    121.455    153.050    163.052    176.807    203.162    230.015      
Bengkulu Tengah    4)    4)    4)    4)    4)    4)    4)    4)    246.771      
Kota Bengkulu    108.481    123.870    133.048    160.711    185.651    193.546    257.536    325.600    368.637      
Bengkulu    101.437    110.975    115.569    128.541    160.641    170.802    202.428    231.990    225.857   
Sumber : Data dan Informasi Kemiskinan, BPS (2011)
Tergabung dalam Kabupaten Bengkulu Selatan
Tergabung dalam Kabupaten Bengkulu Utara
Tergabung dalam Kabupaten Rejang Lebong
Tergabung dalam Kabupaten Bengkulu Utara

Pada tataran Kabupaten Rejang Lebong, berbagai kebijakan yang ditujukan untuk pengentasan kemiskinan dan mensejahterakan masyarakat telah dilakukan.Kebijakan yang diimplementasikan tidak dapat lepas dari kebijakan Pemerintah Pusat.  Kebijakan tersebut antara lain : pemberdayaan masyarakat melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), PPK (Program Pengembangan Kecamatan) yang dilaksanakan Departemen Dalam Negeri, P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan) yang dilaksanakan Departemen Pekerjaan Umum, P4K (Proyek Peningkatan Pendapatan Petani dan Nelayan Kecil) yang dilaksanakan Departemen Pertanian, PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir) yang dilaksanakan Departemen Kelautan dan Perikanan, KUBE (Kelompok Usaha Bersama) yang dilaksanakan Departemen Sosial, dan lain-lain.
Kabupaten Rejang Lebong dengan luas wilayah 1.515,766 km2 dengan  jumlah penduduk 246.787 jiwa yang terbagi menjadi 63.617 Kepala Keluarga dan tersebar di 15 kecamatan. Data BPS (2011-2012) juga menginformasikan jumlah keluarga miskin terbanyak, yakni 5.439 Kepala Keluarga atau 13,60 %,  yang terbagi menjadi  keluarga pra sejahtera sebanyak 506KK,  keluarga sejahtera Isebanyak 1.424KK dan Keluarga Sejahtera II sebanyak 3.409KKdan mayoritas petani (Rejang Lebong dalam Angka(BPS), 2011-2012) dengan sebaran keluarga pra sejahtera Kabupaten Rejang Lebong seperti terlihat pada tabel 1.2.
Tabel 1.2.    Data Sebaran Keluarga Pra Sejahtera menurut Kecamatan
di Kabupaten Rejang Lebong Tahun 2010


Kecamatan    Keluarga Pra Sejahtera    Jumlah      
     Pra Sejahtera    Sejahtera I    Sejahtera II           
Curup    549    505    2.552    3.606      
Curup Timur    80    107    526    713      
Curup Utara    206    859    891    1.956      
Curup Tengah    255    1.157    2.345    3.757      
Curup selatan    649    1.309    1.968    3.926      
Bermani Ulu    432    884    1.484    2.800      
Bermani Ulu Raya    152    636    1.210    1.998      
Selupu Rejang    384    1.201    3.854    5.439      
Sindang Dataran    54    190    554    798      
Sindang Kelingi    585    672    1.110    2.367      
Padang Ulak Tanding    1.638    1.548    1.119    4.305      
Sindg Beliti Ulu    822    1.323    1.455    3.600      
Sindang beliti Ilir    71    276    312    659      
Binduriang    104    357    416    877      
Kota Padang    2.148    834    213    3.195      
Jumlah    8.129    11.858    20.009    39.996   
Sumber : Rejang Lebong Dalam Angka (BPS Th. 2011-2012)
Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan di pedesaan, salah satunya adalah standar garis kemiskinan Sayogyo (1973).Indikator Kemiskinan menurut Sayogyo diukur berdasarkan pendapatan perkapita pertahun yang dikonversikan dengan beras.Selanjutnya tingkat kemiskinan dikelompokkan dalam tiga golongan pendapatan, yaitu : (1) pendapatan/individu/tahun kurang dari 180 kg setara beras dikategorikan paling miskin, (2) pendapatan/individu/tahun antara  180 – 240  kg setara beras dikategorikan miskin sekali, (3) pendapatan/individu/tahun 240 - 320 kg setara beras dikategorikan miskin.
Dari hasil kajian literatur, pengukuran kemiskinan dengan menggunakan indikator Sayogyo telah banyak dilakukan seperti penelitian Ginting (2004), Analisis Faktor Penyebab Pendapatan Petani Miskin di Kecamatan Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang, namun demikian penelitian-penelitian atau kajian inibelumada yang dilakukan di Kabupaten Rejang Lebong, oleh sebab itu kajian tentang kemiskinan dengan menggunakan ukuran kemiskinan Sayogyo menjadi menarik untuk dilakukan.  Hal ini penting untuk mengetahui distribusi penduduk miskin di Kabupaten Rejang Lebong.Tidak kalah pentingnya adalah masalah penyebab terjadinya kemiskinan.
Berdasarkan diskusi diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang Sebaran, Probabilitas dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemiskinan: Kasus pada Petani di Kecamatan Selupu Rejang Kabupaten Rejang Lebong yang diduga kondisi kemiskinan rumah tangga dipengaruhi oleh faktor penguasaan lahan, tingkat pendidikan,akses terhadap lembagaekonomi, jumlah tanggungan keluarga,keberadaan alternatif usaha dan status kepemilikan lahan.

1.2.  Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah:
Mengukur tingkat kemiskinan petani berdasarkan ukuran garis kemiskinan sayogyo dengan mengkonversikan pendapatan petani ke dalam ukuran setara dengan beras yang dihitung dalam satuan kilogram.
Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi probabilitas keluarga menjadi miskin.
Mengukur distribusi/sebaran kemiskinan menggunakan indek gini ratio.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah penelitian diatas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
Untuk mengetahuitingkat kemiskinan petani berdasarkan ukuran garis kemiskinan sayogyo dengan mengkonversikan pendapatan petani ke dalam ukuran setara dengan beras yang dihitung dalam satuan kilogram.
Untuk mengetahui faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi probabilitas keluarga menjadi miskin.
Untuk mengetahui distribusi/sebaran kemiskinan menggunakan indek gini ratio.


1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
Sebagai bahan masukan bagi Pemerintah Kabupten Rejang Lebong dalam pelaksanaan program pengentasan kemiskinan (povertyalleviating program).
Sebagai bahan masukan penelitian lanjutan bidang kemiskinan, khususnya daerah dengan kondisi alam yang berbeda seperti daerah perkotaan dan pantai.
Sebagai bahan informasi bagi petani di Kabupaten Rejang Lebong untuk dapat melakukan upaya-upaya dalam meningkatkan tingkat pendapatan keluarganya pada masa mendatang.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut :
Kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan seseorang ataumasyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sesuai dengan standar  yangberlaku.  Kriteria yang digunakan untuk status miskin rumah tangga adalah standar garis kemiskinan Sayogyo (dalam Prisma, 1977),  yaitu pendapatanperkapita setara dengan 320 kg beras. Tingkat harga beras yang digunakan adalah hasil survei harga rata-rata 9 bahan pokok di Kabupaten Rejang Lebong yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Rejang Lebong yaitu Rp.6.250/kg.Berdasarkan standarharga rata-rata beras tersebut,  maka batas gariskemiskinan adalah Rp. 2.000.000,-.
Pendapatan perkapita adalah pendapatan total rumah tangga dalam setahundibagi dengan  jumlah anggota rumah tangga. Pendapatan ini kemudiandikonversikan ke dalam ukuran setara dengan beras yang dihitung dalamsatuan kilogram. Pengukuran tingkat pendapatan ini menggunakan gariskemiskinan Sayogyo (dalam Prayitno dan Arsyad, 1987) yang dikelompokkandalam tiga golongan pendapatan yaitu :
Paling miskin yaitu pendapatan/individu/tahun dalam rumah tanggakurang dan 180 kg setara beras atau kurang dari Rp. 1.350.000,-.
Miskin sekali yaitu pendapatan/individu/tahun dalam rumah tangga antara180-240 kg setara beras atau antara Rp. 1.170.000,-– Rp. 1.560.000,-.
Miskin yaitu pendapatan/individu/tahun dalarn rumah tangga antara 240-320 kg setara beras atau antara Rp.1.560.000,-– Rp.2.000.000,-.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.    Definisi Kemiskinan
Defenisi baku tentang kemiskinan hingga saat ini belum ada, karena luas dan dinamisnya isu kemiskinan tersebut. Dalam melakukan penelitian kemiskinan umumnya peneliti menentukan pendekaan tertentu yang merupakan defenisi operasioanal dalam melakukan penelitian tentang kemiskinan.Menurut Molo (1995) bahwa pendekatan kemiskinan tersebut dipengaruhi oleh ruang lingkup (dimensi) yang hendak dicakup oleh konsep kemiskinan itu sendiri.Hal ini dipertegas oleh Amarya Sen (1981) bahwa prasyarat pertama dalam konsep kemiskinan adalah penentuan kriteria tentang siapa atau kelompok sosial mana yang harus menjadi fokus perhatian dalam melakukan penelitian, khususnya bagi pemerintah dalam melakukan program pengentasan kemiskinan.Menurut Trijono dalam Suyanto (1995) menyatakan bahwa membahas masalah kemiskinan harus jelas tolok ukurnya sehingga dapat dilihat implikasinya terhadap penggunanya. Karena jika berbeda tolok ukur yang dipakai maka akan berbeda pula hasil kemiskinan yang akan diteliti/diamati.
Ada beberapa definisi miskin dengan menggunakan pendekatan biologis dan pendekatan kebutuhan dasar (basic needs).Menurut Rowntree dalam Molo (1995) yang menggunakan pendekatan biologis, bahwa suatu keluarga termasuk dalam kondisi kemiskinan primer (absolut) yakni apabila pendapatan total keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan minimum untuk kelangsungan hidup. Penekanan pendekatan ini adalah masalah kelaparan yang merupakan masalah yang sering muncul pada penduduk dunia.Kemudian Sayogyo dalam Singarimbun (1978), menyatakan bahwa kemiskinan merupakan suatu tingkat kehidupan di bawah standar minimum yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan pokok pangan yang membuat orang bisa bekerja dan hidup sehat berdasarkan kebutuhan beras dan kebutuhan gizi.
Disamping itu kemiskinan dapat didekati dengan basic needs (kebutuhan dasar). Menurut pendekatan ini,keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin adalah jika individu/rumah tangga tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar.Kebutuhan dasar yang dimaksud mencakup sandang, pangan dan papan dengan kondisi kebutuhan minimum.Pada pendekatan ini juga ada kebutuhan yang harus terpenuhi yaitu transportasi umum, fasilitas pendidikan, kesehatan, air bersih, sanitasi, dan lain-lain (International Labour Force, 1976 dalam lbnussalam, 2002).
Pendekatan lainnya adalah pendekatan yang menekankan pada masalah ketimpangan. Pendekatan ini berorientasi pada upaya mengurangi perbedaan antara kelompok yang berada di bawah poverty line (garis kemiskinan) dengan kelompok yang kaya (better of) dalam setiap dimensi stratifikasi dan perbedaan sosial (Molo,1995).
2.2.    Kategori Kemiskinan
Berdasarkan berbagai pendekatan di atas, maka kemiskinan dapat dikelompokkan menjadi kemiskinan absolut dan relatif.Kemiskinan absolut adalah kondisi dimana seseorang atau masyarakat tidak mampu untuk memenuhi kebutuhan pokoknya seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan.Sedangkan kemiskinan relatif tidak hanya pada pemenuhan kebutuhan pokok saja, oleh karena itu ukurannya berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
2.2.1.    Kemiskinan Absolut
Kemiskinan absolut didasarkan pada tingkat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang diukur dari garis kemiskinan.Untuk menentukan jumlah penduduk miskin, maka ditentukan terlebih dahulu garis kemiskinan, yang ditentukan dengan tingkat pendapatan perkapita perbulan atau pertahun.Bank Dunia telah menentukan tingkat pendapatan perkapita terendah untuk garis kemiskinan adalah $ 75 untuk daerah perkotaan dan $ 50 untuk daerah pedesaan (Rusli, 1995).Sedangkan BPS (Dewanta, 1995) menentukan garis kemiskinan adalah kebutuhan sebanyak 2.100 kalori per orang per hari.
Sedangkan Sayogyo menggolongkan tingkat kemiskinan menjadi tiga, yaitu paling miskin, miskin sekali dan miskin.  Untuk daerah perkotaan, paling rniskin adalah penduduk yang mempunyai pendapatan perkapita pertahun setara dengan 240 kg beras, golongan miskin sekali pendapatan perkapita antara 240-360 kg, golongan miskin perdapatannya lebih dari 480 kg beras perkapia pertahun. Sedangkan di daerah pedesaan, pendapatan perkapita pertahun golongan paling miskin, miskin sekali dan miskin masing-masing adalah kurang dari 180 kg, 180-240 kg, dan 240-320 kg beras Sayogyo dalam Quibria (1996), dalam Amar (1999).



2.2.2.    Kemiskinan Relatif
Pengukuran kemiskinan relatif didasarkan pada perbandingan pendapatan antara kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah terhadap kelompok masyarakat dengan tingkat pendapatan tinggi. Artinya, sebenarnya kelompok tersebut tidak miskin secara absolut, tetapi lebih miskin dibandingkan kelompok masyarakat lain yang kaya atau makmur. Kemiskinan ini dikatakan relatif karena berkaitan dengan distribusi pendapatan nasional yang diterima antara lapisan sosial dalam masyarakat (Nugroho, 1995).
Menurut Djojohadikusumo dalam lbnussalam (2002), kemiskinan relatif dinyatakan dengan berapa persen pendapatan nasional yang diterima kelompok masyarakat dengan pendapatan tertentu dibandingkan dengan proporsi pendapatan nasional yang diterima oleh kelompok masyarakat lainnya. Dimana perhitungan tersebut dikelompokkan menjadi tiga tingkatan, yaitu:
Pertama, jika 40% jumlah penduduk dengan pendapatann terendah kurang dari 12% dari pendapan nasional maka disebut terjadi kepincangan menyolok,
Kedua, jika 40% jurnlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima antara 12-17% dari pendapatan nasional maka disebut kepincangan sedang.
Ketiga jika 40% jumlah penduduk dengan pendapatan terendah menerima lebih dari 17% dari pendapatan nasional maka disebut kepincangan lunak.

2.3.    Ciri-ciri Kemiskinan
Ciri-ciri rumah tangga miskin di Indonesia pernah dikaji oleh Tjiptoherijanto dalam lbnussalam (2002) dengan menggunakan data hasil Susenas tahun 1978. Hasil penelitian tersebut mengemukakan bahwa rumah tangga miskin pada umumnya adalah mempunyai jumlah anggota rumah tangga yang banyak, kepala rumah tangganya merupakan pekerja rumah tangga, tingkat pendidikan kepala rumah tangga maupun anggotanya rendah, sering berubah pekerjaan, sebagian besar mereka yang telah bekerja tetapi masih menerima tambahan pekerjaan bila ditawarkan dan sebagian besar sumber pendapatan utamanya dari sektor pertanian.
Kemudian menurut Myrdal dalam lbnussalam (2002)  ciri-ciri kemiskinan, yaitu ;
Umumnya memiliki tingkat pendapatan yang rendah. Faktor produksi yang dimiliki sangat terbatas sehingga kemampuan untuk meningkatkan pendapatan sangat terbatas.
Umumnya tidak mempunyai kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri.  Pendapatan yang diperolehnya tidak cukup untuk menggarap lahan atau modal usaha,  juga tidak memiliki syarat untuk memperoleh kredit dari bank seperti jaminan kredit dan lain-lainnya.
Tingkat pendidikan rendah, umumnya hanya tamat SD dan bahkan ada yang tidak sampai tamat SD. Alokasi waktu lebih banyak tersita untuk mencari nafkah sehingga waktu yang tersedia untuk belajar sangat terbatas.
Banyak yang tidak memiliki lahan, kalaupun ada relatif kecil (kurang dari 0,5 ha). Umumnya bekerja sebagai buruh tani dan pekerja kasar.
2.4.    Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
Kompleks dan multidimensionalnya masalah kemiskinan disebabkan oleh banyaknya faktor baik secara langsung maupun tidak langsung yang menyebabkan individu atau masyarakat menjadi miskin.Menurut Hadiwigeno dan Pakpahan (Prisma 1993) kemiskinan itu dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti sumber daya alam, teknologi dan unsur pendukungnya, sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta kelembagaan.
Selanjutnya, menurut Sayogyo dalam Singarimbun (1978) bahwa ada dua penyebab utama kemiskinan pedesaan di Indonesia yaitu adanya kegagalan pasar dan politik.Kegagalan pasar timbul karena: (l) daya beli penduduk pedesaan sangat rendah, upah dan pendapatan sangat kecil sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar; (2) terbatasnya kesempatan dan peluang berusaha di pedesaan; (3) keadaan prasarana yang tidak memadai untuk pengembangan produksi; (4) pola penguasaan tanah sebagai alat produksi vital (utarila) keadaannya timpang; (5) hambatan dalam pemasaran. Sedangkan kegagalan politik akibat struktur dan institusi ekonomi politik yang ada pada tingkat supra lokal (desa) mengalami distorsi dalam mempresentasikan kepentingan masyarakat desa.
 Dawam Rahardjo dalam Mustopadidjaja (1997) mengidentifikasi faktor - faktor kemiskinan di pedesaan, yaitu; (1) keterbatasan kesempatan kerja sehingga terjadi berbagai bentuk pengangguran (2) upah/gaji di bawah standar minimum; (3) produktivitas kerja sangat rendah lebih dari 60 % kejadian kemiskinan terjadi di sektor pertanian yang disebabkan oleh rendahnya produkfivitas; (4) ketiadaan aset, tidak memiliki aset atau tidak adanya kesempatan untuk memanfaatkannya.Kemudian menurut Soegijoko dalam lbnussalam (2002) bahwa timbulnya kemiskinan ini bagaikan lingkaran setan yang menyebabkan buruknya kondisi sosial ekonomi masyarakat, yang ditandai oleh standar hidup masyarakat yang rendah seperti pendapatan kecil dan tak menentu, perumahan yang tidak layak, tingkat pendidikan yang rendah, dan kondisi kesehatan yang rendah.
Faktor-faktor penyebab kemiskinan itu satu sisi dianggap sebagai akibat kemalasan, kebodohan, produktivitas rendah, kesehatan buruk, lingkungan kumuh dan lain-lain yang  terdapat pada diri manusia dan lokasi tempat tinggalnya yang dianggap sebagai mata rantai yang saling mempengaruhi proses terjadinya kemiskinan; dan di sisi lain ada juga anggapan sebagai penyebab ketidakadilan dan ketidakmerataan terhadap suatu kelompok masyarakat, sehingga mereka menjadi rniskin karena tidak dapat ikut serta menggunakan sumber-sumber mata pencaharian yang tersedia. Tatanan sosial, ekonomi, dan politik tidak memberikan jaminan kepada semua pihak untuk memiliki kesempatan yang sama dalam berkontribusi terhadap pembangunan dan meraih kesejahteraan.
Berdasarkan faktor-faktor penyebab kemiskinan diatas, selanjutnya Soegijoko dalam lbnussalam (2002) membedakan kemiskinan dalam tiga pengertian, yaitu;
 a.  Kemiskinan Alamiah
Kemiskinan alamiah timbul akibat sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya pembangunan lainnya langka jumlah dan atau karena perkembangan teknologi yang sangat rendah sehingga mereka tidak dapat berperan aktif dalam pembangunan.
b.Kemiskinan Struktural
Kemiskinan struktural timbul akibat hasil pembangunan yang tidak merata.Kepemilikan sumberdaya yang tidak merata, kemampuan tidak seirnbang, ketidaksamaan kesempatan menyebabkan keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan tidak merata.
c. Kemiskinan Kultural
Kemiskinan Kultural ini timbul akibat dari pencarian suatu sikap, kebiasaan hidup dan budaya seseorang atau masyarakat yang merasa berkecukupan dan tidak rnerasa kekurangan.Kelompok ini tidak mudah diajak untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan cenderung tidak mau berusaha rnemperbaiki tingkat kehidupannya.Dengan ukuran absolut mereka rniskin, tetapi mereka tidak merasa miskin dan tidak mau dikatakan rniskin.


Dari berbagai pendapat diatas yang mengulas tentang penyebab timbulnya kemiskinan, dapat disimpulkan bahwa pendapat tersebut memiliki pandangan yang hampir sama yakni faktor-faktor penyebab kemiskinan itu dapat dipandang sebagai akibat dan juga dapat dipandang sebagai sebab timbulnya kemiskinan. Lingkaran kemiskinan, yaitu kemiskinan sebagai sebab dan akibat, menurut Uphoff dan Rasahan (1992) terjadi karena adanya faktor - faktor yang saling mempengaruhi satu dengan lainnya.Lingkaran kemiskinan tersebut berawal dari rendahnya sumberdaya alam, yaitu kondisi geografis dan geologis daerah dan rendahnya sumberdaya manusia yaitu tingkat pendidikan dan kesehatan.Kurang baiknya kondisi sumberdaya alam (geografis dan geologis) rnenyebabkan diversifikasi pertanian dan pengembangan wilayah kurang optimal dilakukan, selanjutnya kedua hal tersebut mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat kemudian menjadikan mereka miskin. Kemiskinan tersebut selanjutnya menyebabkan rendahnya sumberdaya manusia yang ditandai dengan rendahnya tingkat pendidikan, kesehatan masyarakat dan pengembangan wilayah  pedesaan. Selanjutnya rendahnya pengembangan wilayah pedesaan secara langsung juga rnenyebabkan kemiskinan.

2.5. Hasil Penelitian Terdahulu

No.    PENULIS    TUJUAN    DATA & ANALISIS    HASIL PENELITIAN      
1    2    3    4    5      
1.    Ibrahim, dkk (2009)    a.    Mengidentifikasi kondisi kemiskinan di tiap-tiap kabupaten/Kota di wilayah Jawa Timur.
b.Menganalisis penyebab kemiskinan di tiap-tiap kabupaten/Kota di wilayah Jawa Timur.
c.    Menganalisis kondisi kesejahteraan petani di Jawa Timur.
    a. 1).Data Primer (instrument kuisioner, observasi dan wawancara);
    2).Data Sekunder (Dokumentasi kondisi kemiskinan dari instansi terkait)
b.    Alat analisis yang digunakan :
    1). Indek Daya Beli (IDB) ;
    2). Nilai Tukar Petani (NTP).    Penyebab kemiskinan absolut disebabkan oleh factor keturunan, jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan rendah.
Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur cenderung fluktuatif.  Terendah  pada bulan Mei, sedangkan NTP tertinggi terjadi pada bulan Oktober.      
1    2    3    4    5      
2.    Satriawan&
Oktavianti
(2012)    a. Menganalisis berbagai penyebab kemiskinan pada petani.
b. Melalui studi ini akan akan diketahui berbagaimana system kelembagaan pertanian yang berlangsung selama ini.    a. Data Primer dan Sekunder, meliputi : wawancara, Kuisioner, Study lapang, Study dokumentasi, Survey/Observasi, Focus group discuss   dan community group interview.
    a.Permasalahan mendasar yang menjadi penyebab kemiskinan petani antara lain : akses input pertanian terbatas, imperfect information, ketersediaan teknologi terbatas, pengetahuan dan skill rendah, keterbatasan modal, moral hazard, ketidakstabilan harga,  high transaction cost, managemen organisasi buruk.
      
            b. Metode Analisis Yang dipergunakan adalah Analisis ZOPP (Zielorientierte Project Planung)yang meliputi beberapa langkah :
a) Analisis Partisipatif
b) Analisis Masalah
c) Analisis Tujuan
d)Analisis alternative dan Penentuan Prioritas    b.Tindakan kolektif melalui implementasi kebijakan antara lain : program penciptaan pasar bagi petani, pembentukan KUT/Gapoktan,pendampingan KUT/Gapoktan, program pengadaan lahan percontohan di masing-masing desa.
      
3.    Hasanuddin
Dkk (2009)    a.    Mengidentifikasi tingkat dan penyebab kemiskinan petani hortikultura serta pola perilaku ekonomi petani dalam menghadapi kemiskinan.
b.Mengkaji kinerja usaha ekonomi, lembaga keuangan dan lembaga social petani hortikultura.
    a. 1).Data Primer (wawancara mendalam dan diskusi kelompok fokus);
   
b.    Alat analisis yang digunakan :
    1). Analisis kualitatif ;
    2).Analisis SWOT
    Petani hortikultura masih miskin karena lahan sempit dan keterbatasan modal.
Sumberdaya manusia petani hortikultura masih rendah dan pola hidup petani hortikultura bersifat konsumtif.
Petani mengantisipasi kemiskinan dengan diversifikasi.



      
1    2    3    4    5      
        c.    Merumuskan model pemberdayaan petani hortikultura.        Model pemberdayaan untuk petani adalah peningkatan pengetahuan & ketrampilan petani, kemudahan permodalan, pembentukan lembaga pemasaran oleh pemerintah, pendampingan dan perubahan pola hidup dan sikap petani.
      
4    Ginting (2004)    a.    Untuk mengetahui apakah luas penguasaan lahan, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, aksesibilitas terhadap lembaga keuangan dan keberadaan alternatif usaha berpengaruh terhadap pendapatan petani.
b.Untuk mengetahui apakah ada pengaruh perbedaan luas lahan dan status lahan terhadap pendapatan petani.
    a. 1).Data Primer (wawancara, kuesioner);
   
b.    Alat analisis yang digunakan :
    Analisis Regresi berganda, Chi-square dan Gini Ratio.
        kemiskinan dipengaruhi oleh  faktor yang saling terkait satu dengan lainnya, seperti; (l) luas penguasaan lahan, (2) tingkat pendidikan; (3) jumlah tanggungan keluarga; (4) akses terhadap lembaga keuangan; dan (5) alternatif usaha. Faktor utama yang menentukan tingkat pendapatanadalah luas tanah yang digarap oleh rumah tangga petani.
   



Isu kemiskinan merupakan masalah penting dalam pembangunan di Indonesia. Beberapa program pemerintah belum mampu mengatasi kemiskinan sehingga perlu dirumuskan model pemberdayaan masyarakat miskin yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.Pemahaman kemiskinan secara konvensional umumnya diartikan sebagai kondisi masyarakat yang berada dibawah satu garis kemiskinan tertentu.
Dari hasil penelitian sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
Ada beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kemiskinan petani yaitu Nilai Tukar Petani (NTP). Indikator ini digunakan oleh Ibrahim dkk (2009).  Ibrahim dkk menemukan bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Timur cenderung fluktuatif, terendah biasanya terjadi pada bulan Mei yang disebabkan turunnya indeks harga tanaman bahan makanan dan indeks harga peternakan, sedangkan NTP tertinggi terjadi pada bulan Oktober yang disebabkan naiknya indeks harga semua sub sektor pertanian.
Faktor-faktor yang menjadi penyebab kemiskinan dari beberapa penelitian sebelumnya antara lain penelitian yang dilakukan oleh Ibrahim dkk (2009) yang mengemukakan bahwa penyebab rumah tangga miskin di wilayah Jawa Timur lebih banyak disebabkan karena faktor absolut atau kemiskinan absolut yang disebabkan oleh faktor keturunan, jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan rendah.  Menurut Satriawan dan Oktavianti (2012) mengemukakan bahwa permasalahan mendasar yang menjadi penyebab kemiskinan petani antara lain : akses input pertanian terbatas, imperfect information, ketersediaan teknologi terbatas, pengetahuan dan skill rendah, keterbatasan modal, moral hazard, ketidakstabilan harga, petani sebagai price taker, high transaction cost, managemen organisasi buruk dan banyaknya tengkulak/pengepul sebagai price maker. Selanjutnya Ginting (2004) mengemukakan kemiskinan dipengaruhi oleh  faktor yang saling terkait satu dengan lainnya, seperti; (l) luas penguasaan lahan, (2) tingkat pendidikan; (3) jumlah tanggungan keluarga; (4) akses terhadap lembaga keuangan; dan (5) alternatif usaha. Faktor utama yang menentukan tingkat pendapatan adalah luas tanah yang digarap oleh rumah tangga petani.
Tindakan yang perlu diambil dalam upaya pengentasan kemiskinan adalah Tindakan kolektif melalui implementasi kebijakan antara lain: program penciptaan pasar bagi petani, pembentukan KUT/Gapoktan, pendampingan KUT/Gapoktan melalui pelatihan manajemen organisasi dan kemampuan menjalankan fungsi eksternal (networking) dan program pengadaan lahan percontohan di masing-masing desa (Satriawan dan Oktavianti, 2012). Selain itu  Hasanuddin dkk (2009), menarik kesimpulan dalam penelitiannya bahwa petani mengantisipasi kemiskinan dengan diversifikasi pekerjaan dan menjalin hubungan baik dengan sesama, lembaga ekonomi.Dengan model pemberdayaan untuk petani adalah peningkatan pengetahuan & ketrampilan petani, kemudahan permodalan, pembentukan lembaga pemasaran oleh pemerintah, pendampingan dan perubahan pola hidup dan sikap petani.
Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa ada beberapa penyebab kemiskinan petanikarena faktor absolut atau kemiskinan absolut yang disebabkan oleh faktor keturunan, jumlah tanggungan keluarga dan pendapatan rendah, luas penguasaan lahan, tingkat pendidikan, akses terhadap lembaga keuangan dan alternatif usaha.Bertolak dari hal itu pertanyaannya apakah faktor-faktor diatas juga menjadi penyebab kemiskinan di Kabupaten Rejang Lebong.

2.6. Kerangka Pemikiran
Dari berbagai penelitian rnenunjukkan bahwa penyebab kemiskinan, khususnya daerah pedesaan adalah tingkat pendidikan dan penguasaan lahan (Arsyad dan Prayitno, 1987),  begitu juga ada hubungan signifikan (nyata) antara kemiskinan di pedesaan dengan pengelolaan lahan.  Berdasarkan hasil penelitian tersebut diatas bahwa kemiskinan pedesaan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan kepala keluarga, penguasaan atas luas lahan, serta kondisi alam (lahan pertanian), akses terhadap lembaga keuangan yang masih dikuasai oleh pihak luar petani, akses input pertanian terbatas, imperfect information, ketersediaan teknologi terbatas, pengetahuan dan skill rendah, keterbatasan modal, moral hazard, ketidakstabilan harga, petani sebagai price taker, high transaction cost, managemen organisasi buruk dan banyaknya tengkulak/pengepul sebagai price maker.
Dari uraian diatas dapat digambarkan dalam kerangka berfikir bahwa sebagian besar penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar daripadanya tergantung pada sektor pertanian. Tingkat produksi usaha pertanian sangat tergantung pada luas lahan, akses input pertanian terbatas, imperfect information, ketersediaan teknologi terbatas, pengetahuan dan skill rendah,tingkat pendidikan kepala rumah tangga, akses terhadap lembaga keuangan, jumlah tanggungan keluarga dan keberadaan alternatif usaha.  Ketersediaan faktor produksi ini  menentukan tingkat produksi dan tingkat produksi yang tinggi mencerminkan tingkat pendapatan yang tinggi. Tingkat pendapatan seseorang sangat menentukan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan apabila kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi (berdasarkan ukuran Sayogyo yaitu setara 320 kg/kapita/tahun), maka dikatakan miskin.Sedangkan jika tingkat pendapatan seseorang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dikatakan tidak miskin.
Beberapa penyebab kemiskinan petani di pedesaan yang ingin diteliti adalah pengaruh beberapa faktor, yaitu
(1) luas lahan,
(2) tingkat pendidikan kepala rumah tangga,
(3) akses terhadap lembaga keuangan,
(4) jumlah tanggungan keluarga,
(5) keberadaan alternatif usaha dan
(6) Status Kepemilikan Lahan. 
Faktor-faktor di atas menentukan tingkat kemiskinan petani/tingkat kemiskinan usaha tani.

2.7.    Hipotesis Penelitian
Sesuai dengan perumusan masalah dan tujuan penelitian, maka yang menjadi hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut :
l)    Luas penguasaan lahan, tingkat pendidikan kepala keluarga,  akses terhadap lembaga keuangan jumlah tanggungan keluarga dan keberadaan usaha alternatif keluarga berpengaruh terhadap tingkat pandapatan petani.
2)    Ada pengaruh perbedaan luas penguasaan lahan terhadap tingkat pendapatan petani atau kemiskinan.





III. METODE PENELITIAN

3.1.    Pendekatan dan Tahapan Penelitian
Berangkat dari tujuan penelitian, maka akan digunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dipergunakan untuk mendapatkan rumusan subjektif-induktif atas faktor-faktor penyebab kemiskinan, yaitu : luas lahan, tingkat pendidikan kepala keluarga, akses terhadap lembaga keuangan, jumlah tanggungan keluarga, keberadaan alternatif usaha dan status kepemilikan lahan.  Sedangkan pendekatan kuantitatif dipergunakan untuk mendapatkan gambaran statistik dan menggeneralisasi (objektif-deduktif) pada tingkatan populasi atas konsep-konsep kemiskinan.
Upaya menggabungkan kedua pendekatan penelitian di sini sesuai dengan tujuan penelitian, yakni untuk mendapatkan indikator kemiskinan yang memadukan unsur-unsur sosial budaya masyarakat setempat. Setelah formulasi konsep kemiskinan setempat berhasil dikategorikan, langkah berikutnya adalah menurunkan konsep kunci tersebut ke dalam peubah-peubah yang lebih konkret dan berpotensi untuk dilakukan pengukuran. Sekali lagi, pada tahap ini tetap memperhatikan konteks struktur sosial dan pengetahuan lokal masyarakat setempat. Teknik yang ditempuh adalah dengan mengkonfirmasi ulang katagori peubah kepada masyarakat setempat sehingga diperoleh suatu dimensi dan indikator yang memenuhi prinsip keterandalan, validitas, dan terpercaya.
Penggunaan pendekatan penelitian kualitatif dan kuantitatif di atas sejalan dengan tahapan penelitian dan penggunaan metode penelitian yang mengarah pada tujuan penelitian sebagaimana Tabel di bawah ini.

No    Tahapan Kegiatan    Luaran    Metode      
1    Menginventarisasi isu-isu kemiskinan    Mendapatkan gambaran masalah yang berkaitan dengan kemiskinan.    RRA
FGD
Wawancara mendalam      
2    Memahami konteks kemiskinan dan penyebabnya    Mendapatkan pola hubungan faktor-faktor penyebab terjadinya kemiskinan    Wawancara mendalam
Pengamatan      
3    Melakukan studi kasus rumah tangga    Mendapatkan contoh-contoh keadaan dan kondisi kemiskinan    Studi kasus
Pengamatan
Wawancara mendalam      
4    Formulasi konsep kemiskinan    Mendapatkan konsep, dimensi, dan peubah spesifik lokasi.    FGD
Wawancara mendalam      
5    Survei rumah tangga    Mendapatkan generalisasi keadaan kemiskinan    Wawancara terstruktur   

3.2.    Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder.  Data primer diperoleh langsung dari responden dengan cara wawancara dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan.  Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), Kantor Kecamatan Sindang Dataran, Kabupaten Rejang Lebong dan Kantor Lurah/Desa di Sindang Dataran.

3.3.    Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data dilakukan dengan cara wawancara dengan responden dengan kuisioner yang telah disiapkan.  Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah masyarakat/petani yang berkategori miskin.  Dari data yang ada di Kabupaten Rejang Lebong terdapat sebanyak 39.996 keluarga miskin yang diambil sebagai lokasi penelitian adalah sindang datara yaitu 798 keluarga miskin. (Rejang Lebong dalam Angka, BPS. 2011-2012).
3.4. Metode Penentuan Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Rejang Lebong yang ditentukan dengan metode povesible methode.  tahap pertanma menetukan lokasinya, yaitu desa Sindang Dataran, karena kondisi mkasyaraatanya masih sangat tertinggal didalam tingkat penghasilan jika dibanding dengan desa lainnya.  Pemilihan rumah tangga contoh dilakukan secara acak (random sampling). Dengan demikian diharapkan dapat memberikan informasi yang mewakili kondisi riil di daerah penelitian. Penelitian ini direncanakan pelaksanaannya pada bulan Agustus sampai dengan september 2014.

3.5.    Metode Penentuan Responden
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, dimana peneliti tertarik untuk mempelajari atau menjadikannya sebagai objek penelitian (Kuncoro,2003). Populasi dari penelitian ini adalah petani miskin di Kelurahan Sindang Dataran kecamatan Sindang Dataran Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu.
Dalam penelitian ini populasi adalah jumlah petanimiskin yang terdapat Kelurahan Sindang Dataran kecamatan Sindang Dataran Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu sebanyak 244 keluarga (Sumber : Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan, 2012).
Metode pengambilan sampel petani miskin dilakukan secara acak sederhana (Simple Random Sampling) dimana sampel yang diambil sedemikian rupa sehingga tiap unit penelitian atau satuan elemen dari populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel (Singarimbun dan Efendi, 2011). Penentuan jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus yang dikemukan oleh Nazir (1998), sebagai berikut :
    .............................................................3.1.                
Dimana :
N = Jumlah Petani Miskin yaitu 244 orang
δ2  = Varian Populasi
   .............................................................................................3.2.
B = Tingkat kesalahan yang dapat diterima
Dalam penelitian ini digunakan 5 %, sehingga nilai :



Nilai varian diperoleh dari dua langkah berikut, pertama menentukan jumlah sampel sementara sebanyak 20 petani miskin yang dipilih secara acak pada Kelurahan Sindang Dataran kecamatan Sindang Dataran Kabupaten Rejang Lebong dan dicatat umur responden. Selanjutnya dari 20 contoh petani miskin ini diestimasi nilai varian dari umur responden. Varian umur diestimasi dengan rumus (Nazir, 1988):
 .................................................................................... 3.3
Dari hasil estimasi diperoleh nilai varian sebesar 0,2875 sehingga jumlah sampel petani miskin yang dapat digunakan pada penelitian ini berjumlah 76 petani miskin di Kelurahan Kelurahan Sindang Dataran kecamatan Sindang Dataran Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu.

3.6. Teknik Analisa Data
Data-data dianalisis sesuai dengan jenis data yang dikumpulkan, yakni analisis kualitatif dan kuantitatif (deskriptif dan modeling probit binary).
3.6.1 Analisis Deskripsi (Descriptive)
Analisa deskriptif digunakan untuk menjelaskan data-data kuantitatif untuk menggambarkan sebaran nilai peubah kemiskinan yang diperoleh melalui survei pada level rumah tangga populasi. Dalam analisa deskriptif ini, sebaran data yang diperoleh disajikan dalam tabel frekuensi antar kategori (univariate frequency distribution) dan grafik. Dari tabel dan grafik ini akan diperoleh gambaran tentang sesuatu yang lazim atau unik dalam suatu masyarakat serta gambaran tentang variasi-variasi yang ada dalam masyarakat mengenai konsep-konsep kemiskinan.
3.6.2 Pengukuran Kemiskinan Rumah Tangga : Indikator Generik
Ada enam indikator kemiskinan generik yang digunakan dalam penelitian ini.  Indikator pertama adalah penguasaan lahan.  Pengukuran kemiskinan berdasarkan indikator ini dilakukan dengan menghitung pendapatan perkapita pertahun rumah tangga yang dikonversikan dengan beras sesuai ukuran kemiskinan Sayogyo (1973).  Dalam penelitian ini kemiskinan dipengaruhi oleh indikator-indikator seperti yang dilakukan Ginting (2004).  Indikator-indikator ini adalah (1) penguasaan luas lahan, (2) tingkat pendidikan, (3) jumlah tanggungan keluarga, (4) akses terhadap lembaga keuangan, (5) alternatif usaha dan (6) status kepemilikan lahan.
Adapun pengukuran faktor-faktor penyebab kemiskinan pada masyarakat Kabupaten Rejang Lebong yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
a.     Penguasaan lahan/tanah adalah jumlah tanah sawah dan pekarangan yang dimiliki rumah tangga untuk digarap selama setahun yang dihitung dalam satuan hektar baik yang berasal dari milik sendiri,  sewa/bagi hasil yang dikelompokkan ke dalam dua kategori yang diukur sebagai variabel boneka (dummy) yaitu :
    - Jika lahan yang dikuasai adalah milik sendiri diberi skor 1
    - Jika lahan yang dikuasai adalah sewa/bagi hasil diberi skor 0
b.     Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti oleh kepala keluarga. Variabel ini diukur dengan cara rnengelompokkan pendidikan ke dalam empat kategori yang terdiri dari :
- Tidak pernah sekolah, Tidak Tamat SD skor 0
- Tamat Sekolah Dasar skor 1
- Tamat SLTP skor 2
- Tamat SLTA ke atas skor 3
c.     Akses terhadap lembaga keuangan adalah kemampuan rumah tangga untuk memanfaatkan kelembagaan ekonomi  yang ada baik formal maupun non-formal, termasuk dalam hal ini adalah KUD, Bank, Perkreditan dan Kelompok Tani. Variabel akses terhadap lembaga keuangan ini diukur sebagai variabel boneka (dummy) yaitu :
- Jika ada akses terhadap lembaga ekonomi diberi skor 1
- Jika tidak ada akses terhadap lembaga ekonomi diberi skor 0
d.     Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya individu yang ditanggung oleh keluarga sehari-hari.
e.     Keberadaan alternatif usaha adalah kegiatan ekonomi produktif di luar pertanian untuk menambah penghasilan rumah tangga. Variabel ini diukur dengan menggunakan variabel  boneka (dummy) yaitu :
- Jika ada alternatif usaha di luar pertanian diberi skor 1
- Jika tidak ada alternatif usaha di luar pertanian diberi skor 0
Untuk mengukur distribusi atau tingkat pemerataan pendapatan (kemiskinan) dan penguasaan lahan dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan Gini Ratio.Gini Ratio merupakan ukuran tingkat pemerataan yang paling banyak digunakan oleh peneliti.Di Indonesia pendekatan tersebut telah lazim digunakan untuk mengukur berbagai bentuk pemerataan, terutama untuk mengukur pemerataan pendapatan (kemiskinan) dan penguasaan lahan.
Menurut Toto Sugito (1980), Gini Ratio dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut :

Keterangan :
GR    =    Gini Ratio
Pi    =    Persentase rumah tangga pada kelas pendapatan ke-i
Qi    =    Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i
Qi+1    =    Persentase kumulatif pendapatan sampai dengan kelas ke-i+1
n    =    Jumlah kelas
1 dan 10.000 = konstanta

Jika distribusi merata sempurna (perfect equality), dimana proporsi jumlah penduduk akan sama dengan proporsi pendapatan (kemiskinan).  Menurut Asnawi dalam Amar (1999), bahwa Gini Ratio akan berada antara 0 sampai 1.  Jika Gini Ratio mendekati 0 artinya distribusi pendapatan relatif sangat merata, sementara jika Gini Ratio mendekati 1 menunjukkan bahwa distribusi pendapatan relatif sangat timpang.


Menurut Oshima dalam Amar (1999), Gini Ratio dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu :
Gini Ratio ≤ 0,30 sama dengan Merata
Gini Ratio >0,30 ≤ 0,40 sama dengan Sedang
Gini Ratio > 0,40 sama dengan Timpang
3.6.3 Analisis Data Kualitatif (Metode Fenomenologi)
Data-data kualitatif akan dianalisis dengan teknik analisis data kualitatif yang memadai untuk menemukan titik permasalahan, yakni dengan menerapkan metode fenomenologi. Pada prinsipnya analisis data kualitatif mengandalkan pada kemampuan peneliti selama di lapangan dalam mengindera, merasakan, mengolah, mencari keterkaitan dan keterhubungan antar berbagai fenomena yang ditemui di lapangan (Bungin, 2006). Proses analisis data dilakukan secara simultan dan siklikal dengan memposisikan diri pada empat sumbu, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan/verifikasi kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992). Jadi analisis data sudah mulai dilakukan pada saat pengambilan data-data lapangan.
Cara utama yang akan digunakan untuk menganalisis data-data kualitatif adalah menginterpretasikan data dan informasi, menghubung-hubungkan antar informasi, serta mencari pola-pola antar peristiwa dalam domain topik yang sedang dikaji. Dalam hal ini, semua data dan informasi dikelompokkan ke dalam unit-unit konsep (domain) yang menjadi isu utama masalah kemiskinan. Dari sini akan dicoba untuk mengungkap pokok permasalahan menyangkut penguasaan luas lahan, tingkat pendidikan,  jumlah tanggungan keluarga,  akses terhadap lembaga keuangan,  alternatif usaha danstatus kepemilikan lahan. Semua deskripsi analitis dikemukakan dengan memperhatikan istilah-istilah bahasa yang dipergunakan masyarakat setempat, pendapat, dan contoh-contoh kejadian. Dengan demikian analisis kualitatif menjadi suatu uraian eksplanatif yang memadai (thick description). Untuk membantu pembahasan juga akan dipergunakan diagram dan gambar-gambar ilustratif.
3.6.4 Modeling Probabilitas Terjadinya Kemiskinan Rumah Tangga.
Untuk menggambarkan atau menjelaskan penampakan kemiskinan rumah tangga digunakan model probit binary. Model Probit Binary (a binary probit model) adalah suatu model yang sering digunakan dalam aplikasi ekonometrika di mana motivasi penggunaannya dimotivasi oleh kerangka variabel laten atau tidak terobservasi. Lebih lanjut, model ini digunakan pada variabel-variabel yang lebih banyak mempunyai dua nilai (binary atau variabel dummy), yakni 1 dan 0. Salandro dan Harrison (1997) serta O'Donnel, et al (1999) adalah dua peneliti yang mengaplikasikan model probit ini.
Dengan mengadopsi kerangka pemikiran O'Donnel et al (1999), maka kecenderungan terjadinya kemiskinan rumah tangga akan dianalisa berdasarkan atribut-atribut yang melekat pada rumah tangga yang menjadi subjek penelitian ini. Yang dimaksud dengan atribut-atribut rumah tangga disini adalah faktor-faktor penentu seperti penguasaan luas lahan, tingkat pendidikan,  jumlah tanggungan keluarga, akses terhadap lembaga keuangan, alternatif usaha danstatus kepemilikan lahan.
Secara umum, model probit binary dapat dijelaskan sebagai berikut. Misal Zi yang mengukur kerawanan pangan yang dihadapi oleh rumah tangga i yang diasumsikan sebagai variabel yang tidak terobservasi. Nilai Zi ini dipengaruhi oleh satu set variabel penjelas (atribut rumah tangga), sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:
Zi = xi      i = 1,..., N                            (1)
dimana =(0, 1,..., K-1) adalah K -1 vektor dari parameter yang tidak terjelaskan yang akan diestimasi, xi adalah variabel penjelas (explanatory variable) yang mengukur atribut yang dimiliki oleh rumah tangga, seperti ratio ketergantungan, dan N adalah jumlah observasi.
Parameter =(0, 1,..., K-1) tidak dapat diestimasi dengan menggunakan teknik standar regresi linier karena variabel Zi tidak terobservasi. Tetapi, data yang terkumpul termasuk variabel Yiyaitu variabel yang hanya  mempunyai nilai 1 dan 0. Yi = 1 jika rumah tangga i tergolong miskin pada tahun yang lalu, sebaliknya jika Yi = 0. Sebagai catatan, pengukuran Yi didapatkan dari pengukuran kemiskinan seperti yang dimaksudkan pada tujuan pertama dan konseptualisasi dan definisi dari penelitian ini. Penggunaan nilai 1 dan 0 cukup beralasan dalam berekspetasi bahwa jika resiko yang dihadapi oleh rumah tangga i adalah tinggi (Zitinggi), maka rumah tangga yang dimaksud adalah miskin dalam satu tahun terakhir (Yi = 1). Dengan demikian ide ini dapat diformulasikan sebagai berikut:
1 jika Zi>vi
0 jika sebaliknya
Yi = {                                    (2)

dimana Viadalah tingkat awal random tak terobservasi. Dengan demikian, kemungkinan suatu rumah tangga akan mengalami kemiskinan dalam satu tahun terakhir adalah:
Pi    = p(Yi= 1)
= p(Zi> vi
= P(Vi<Zi)                                     (3)
= F(Zi)
= F(xi)
dimana F(x) adalah fungsi distribusi kumulatif (cumulative distribution function = cdf) dari variabel random vi yang dievaluasi pada x.
Parameter dari model probit binary diestimasi dengan menggunakan metode maximum likelihood (ML). Metode ini sangat populer karena metode ini mempunyai dasar teori yang cukup baik (Judge et ai, 1985). ML adalah suatu metode untuk memilih parameter yang diestimasi dengan cara memaksimalkan probabilitas atau likelihood dari data observasi yang dimiliki.




DAFTAR PUSTAKA


Prayitno Hadi dan Arsyad L, 1987.Petani Desa dan Kemiskinan, BPFE, Yogyakarta.
Sugiarto, dkk, 2003.Teknik Sampling, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Umar, Husein, 2003. Metode Penelitian untuk skripsi dan Teknis Bisnis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Amar Syamsul, 1999.Analisis Ekonomi tentang kemiskinan dan implikasi Kebijaksanaan  Pengentasannya di Pedesaan Propinsi Sumatera Barat, Pasca Sarjana Universitas Airlangga,  Surabaya.
Ginting, Jamilah, 2004. Analisis Faktor Penyebab Pendapatan Petani miskin di Kecamatan Deli Tua Kabupaten Deli Serdang,Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Ibnussalam, 2002.Analisis Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan masyarakat Desa (Suatu study pada Desa Bulucina, Tarutungsihoda-hoda dan Desa Gonting Jae Kecamatan Burumun Tengah Kabupaten Tapanuli Selatan), Pasca Sarjana USU Medan.
Molo Maccelinus, 1995. Kemiskinan : Konsep, Pengukuran dan Kebijakan;dalam Populasi No. 6 (2).
Singarimbun, Masri, 1978. Pola Konsumsi Kearah Pemerataan : Prisma No. 10 Tahun VII
Sayogyo, 1973.Golongan miskin dan Partisipasinya dalam Pembangunan Desa, Prisma No. 3 Tahun 1977, PL3ES, Jakarta.
BPS, 2011, Rejang Lebong Dalam Angka, Rejang Lebong Bengkulu.
TNP2K, 2011.  Profil Kemiskinan di Indonesia, dari data tnp2k.go.id/index.php?q=content/kemiskinan-di-indonesia, diunduh 19 Pebruari 2013.
Bappenas, 2012.Kemiskinan di Indonesia dan Penanggulangannya, dari www.bappenas.go.id/node/165/3630/kemiskinan-di-indonesia-dan-penanggulangannya, diunduh 19 Pebruari 2013.