BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pertanian
memiliki peranan penting dalam perekonomian karena memiliki dampak secara
langsung terhadap kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia khususnya adalah
padi. Padi merupakan bahan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia. Kebutuhan
bahan makanan pokok di Indonesia tidak pernah menurun, melainkan kian meningkat
seiring dengan meningkatnya pertumbuhan jumlah penduduk. Dalam hal mencukupi
kebutuhan pokok tersebut (pangan), salah satu cara untuk mengatasi masalah
tersebut adalah dengan meningkatkan produktivitas padi. Salah satu upaya untuk
meningkatkan hasil produksi padi adalah dengan pengembangan dalam bidang
perbenihan. Terlihat bahwa jumlah produksi benih padi di Indonesia masih belum
mencukupi kebutuhan, hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Kebutuhan
benih padi potensial dan total produksi benih padi (Ton)
tahun 2002-2008.
Tahun Kebutuhan Benih Potensial (Ton) Produksi Benih
Total (1) (2) (3) 2002 296.397 113.634 2003 295.808 114.540 2004 312.978
119.482 2005 310.246 120.375 2006 317.053 121.412 2007 N 147.524 2008 360.000
181.400 Sumber : Deptan, 2010 Keterangan : N = Data tidak tersedia Berdasarkan
Tabel 1, bahwa jumlah produksi benih yang dihasilkan belum mencukupi kebutuhan
benih, oleh sebab itu diharapkan supply benih padi di Indonesia mampu mencukupi
kebutuhan pada masa yang akan datang. Pengembangan perbenihan merupakan bagian
penting dalam peningkatan produksi padi, terutama dalam hal kualitas benih yang
dihasilkan. Dalam hal tersebut dibutuhkan benih padi yang mampu memberikan
produksi hasil yang tinggi. Salah satu teknologi yang diharapkan mampu
meningkatkan produksi padi adalah penerapan teknologi padi hibrida yang mampu
meningkatkan hasil panen 15-20% atau sekitar 1 ton per hektar dibandingkan
dengan padi konvensional (inbrida) (Suwarno, 2002). Proses produksi benih padi
hibrida berbeda dengan benih padi konvensional (inbrida) baik dalam hal
penyedian benih tetua, pola tanam, pemeliharaan, dan panen, oleh sebab itu
pengetahuan mengenai proses produksi benih padi hibrida harus dikuasai dengan
benar agar didapatkan benih padi hibrida yang berkualitas tinggi. Perbedaan
khusus antara benih padi hibrida dan benih padi inbrida adalah benih padi
hibrida merupakan hasil persilangan antara GMJ (A) dengan galur pemulih
kesuburan (R) dan proses penyerbukannya membutuhkan bantuan manusia, sedangkan
benih padi inbrida merupakan hasil penyerbukan sendiri karena polen yang
dibutuhkan berasal dari tanaman yang sama dan proses penyerbukannya tanpa
memerlukan bantuan manusia. Dengan demikian proses produksi benih padi hibrida
perlu dipelajari dari tahap ke tahap agar diperoleh hasil benih padi hibrida
yang berkualitas tinggi dan terjamin kemurniannya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari
penulisan Tugas Akhir ini adalah mempelajari proses produksi benih padi hibrida
varietas SL 8 SHS di PT. Sang Hyang Seri. 1.3 Kontribusi Diharapkan mampu
menambah wawasan, ilmu pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan dalam penerapan
produksi benih padi hibrida varietas Sl 8 SHS.
BAB II.
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Padi
Padi dalam
sistematika tumbuhan diklasifikasikan ke dalam divisio spermatophyta, dengan
sub divisio angiospermae, termasuk ke dalam kelas monocotyledoneae, ordo adalah
poales, famili adalah graminae, genus adalah oryza linn, dan speciesnya adalah
oryza sativa, L (Grist, 1960).
Padi memiliki sistem perakaran serabut. Ada dua jenis
akar tanaman padi yaitu akar seminal yang tumbuh dari akar primer radikula
sewaktu berkecambah yang bersifat sementara dan akar adventif sekunder yang
bercabang dan tumbuh dari buku batang muda bagian bawah. Akar adventif tersebut
menggantikan akar seminal. Akar ini disebut adventif/buku karena tumbuh dari
bagian tanaman yang bukan embrio atau karena munculnya bukan dari akar yang
telah tumbuh sebelumnya (Suharno, 2005).
Batang padi
tersusun dari rangkaian ruas-ruas dan diantara ruas satu dengan ruas yang
lainnya dipisahkan oleh satu buku. Ruas batang padi didalamnya berongga dan
bentuknya bulat, dari atas ke bawah ruas buku itu semakin pendek. Ruas yang
terpendek terdapat dibagian bawah dari batang dan ruas-ruas ini praktis tidak
dapat dibedakan sebagai ruas-ruas yang berdiri sendiri. Sumbu utama dari batang
dibedakan dari bagian pertumbuhan embrio yang disertai pada coleopotil pertama
(Grist, 1960).
Anakan muncul
pada batang utama dalam urutan yang bergantian. Anakan primer tumbuh dari buku
terbawah dan memunculkan anakan sekunder. Anakan sekunder ini pada gilirannya
akan menghasilkan anakan tersier (Suharno, 2005). Anakan terbentuk dari umur 10
hari dan maksimum pada 50-60 hari sesudah tanam. Sebagian dari anakan maksimum
mati dan terbentuk anakan produktif sampai mencapai umur 120 hari. Anakan yang
terbentuk pada stadia pertumbuhan biasanya tidak produktif. Hilang/matinya
anakan disebabkan persaingan antara anakan, saling terlindung, atau kekurangan
nitrogen. Varietas unggul mempunyai anakan yang lebih banyak pada waktu
pembungaan dan anakan yang mati jumlahnya sedikit (Hasyim, 2000).
Daun tanaman
padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling dan terdapat satu
daun pada setiap buku. Daun terdiri atas helaian daun yang menempel pada buku
melalui pelepah, pelepah daun yang membungkus ruas diatasnya, telinga daun
(auricle) pada dua sisi pangkal helaian daun,lidah daun (ligula) yaitu struktur
segitiga tipis tepat diatas telinga daun, dan daun bendera yaitu daun teratas
dibawah malai (Suharno, 2005). Bunga padi adalah bunga telanjang, artinya
mempunyai perhiasan bunga. Berkelamin dua jenis dengan bakal buah yang diatas.
Jumlah benang sari ada 6 buah, tangkai sarinya pendek dan tipis, kepala sari
besar serta mempunyai dua kantung serbuk. Putik mempunyai dua tangkai putik
dengan dua buah kepala putik yang terbentuk malai dengan warna pada umumnya
putih atau ungu (Departemen Pertanian, 1983). Butir biji adalah bakal buah yang
matang, dengan lemma, palea, lemma steril, dan ekor gabah (jika ada) yang
menempel sangat kuat. Butir biji padi tanpa sekam (kariopsis) disebut beras.
Buah padi adalah sebuah kariopsis, yaitu biji tunggal yang bersatu dengan kulit
bakal buah yang matang (kulit ari), yang membentuk sebuah butir seperti biji.
Komponen utama butir biji adalah sekam, kulit beras, endosperm, dan embrio
(Suharno, 2005).
2.2 Syarat Tumbuh
a) Iklim Tanaman padi tumbuh di daerah
tropis/subtropis pada 450 LU sampai dengan 450 LS dengan cuaca panas dan
kelembaban tinggi dengan musim hujan empat bulan. Rata-rata curah hujan yang
baik adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun (http://www.ristek.go.id, 2008).
Temperatur sangat mempengaruhi pengisian biji padi. Temperatur yang rendah dan
kelembaban yang tinggi pada waktu pembungaan akan mengganggu proses pembuahan
yang mengakibatkan gabah menjadi hampa. Hal ini terjadi akibat tidak membukanya
bakal biji. Temperatur yang juga rendah pada waktu bunting dapat menyebabkan
rusaknya pollen dan menunda pembukaan tepung sari (Luh, 1991).
b) Tanah Tanah yang baik untuk pertumbuhan padi adalah
tanah sawah yang kandungan fraksi pasir, debu, dan lempung dalam perbandingan
tertentu dengan diperlukan air dalam jumlah yang cukup. Padi dapat tumbuh
dengan baik pada tanah yang ketebalan lapisan atasnya 18-22 cm dengan pH
4,0-7,0 (http://warintek.bantul.go.id, 2008).
Tidak semua jenis tanah cocok untuk areal persawahan. Hal ini dikarenakan tidak
semua jenis tanah dapat dijadikan lahan tergenang air. Padahal dalam system
tanah sawah, lahan harus tetap tergenang air agar kebutuhan air tanaman padi
tercukupi sepanjang musim tanam. Oleh karena itu, jenis tanah yang sulit menahan
air (tanah dengan kandungan pasir tinggi) kurang cocok dijadikan lahan
persawahan. Sebaliknya, tanah yang sulit dilewati air (tanah dengan kandungan
lempung tinggi) kurang cocok dijadikan lahan persawahan. Kondisi yang baik
untuk pertumbuhan tanaman padi sangat ditentukan oleh beberapa factor, yaitu
posisi tepografi yang berkaitan dengan kondisi hidrologi, porisitas tanah yang
rendah dan tingkat keasaman tanah yang netral, sumber air alam, serta kanopinas
modifikasi sistem alam oleh kegiatan manusia (Suprayono dan Setyono, 1997).
2.3
Pengertian Benih
Benih adalah
biji yang dipersiapkan untuk tanaman, telah melalui proses seleksi sehingga
diharapkan dapat mencapai proses tumbuh yang besar. Benih siap dipanen apabila
telah masak. Ada beberapa fase untuk mencapai suatu tingkat kemasakan benih,
yaitu fase pembuahan, fase penimbunan zat makanan dan fase pemasakan. Fase
pertumbuhan dimulai sesudah terjadi proses penyerbukan, yang ditandai dengan
pembentukan-pembentukan jaringan dan kadar air yang tinggi. Fase penimbunan zat
makanan ditandai dengan kenaikan berat kering benih, dan turunnya kadar air.
Pada fase pemasakan, kadar air benih akan mencapai keseimbangan dengan
kelembaban udara di luar; dan setelah mencapai tingkat masak benih; berat
kering benih tidak akan banyak mengalami perubahan. Tolak ukur yang umumnya
dijadikan patokan untuk menilai tingkat kemasakan benih adalah warna, bau,
kekerasan kulit, rontoknya buah (benih), pecahnya buah, kadar air dan lainnya.
Benih dikatakan masak secara fisiologis dan siap untuk dipanen, apabila zat
makanan dari benih tersebut tidak lagi tergantung dari pohon induknya, yang
umum ditandai dengan perubahan warna kulitnya. Waktu yang paling baik untuk
pengumpulan benih adalah segera setelah benih itu masak. Masaknya buah (benih)
umumnya terjadi secara musiman, walaupun cukup banyak juga jenis-jenis tanaman
yang menghasilkan buah masak tetapi tidak mengikuti musim yang jelas.
2.4 Padi
Hibrida
Hibrida secara
definitif berarti turunan pertama (F1) dari persilangan antara dua varietas
yang berbeda. Padi hibrida yang merupakan tanaman F1 hasil persilangan antara
GMJ (A) denga galur pemulih kesuburan (R) hanya dapat ditanam satu kali, karena
bila hasil panen hibrida ditanam lagi akan mengalami perubahan yang signifikan
sebagai akibat adanya segregasi pada generasi F2 sehingga pertanaman tidak
seragam dan tidak baik. Oleh karena itu benih F1 harus diproduksi dan petani
juga harus selalu menggunakan benih F1. Produksi padi hibrida mencakup dua
kegiatan utama yaitu produksi benih galur tetua dan produksi benih hibrida.
Galur tetua meliputi GMJ, B, dan R. GMJ bersifat mandul jantan, produksi
benihnya dilakukan melalui persilangan GMJ dan B. Galur B dan R bersifat normal
(fertile), produksi benihnya dilakukan seperti pada varietas padi hibrida.
Benih hibrida diproduksi melalui persilangan GMJ dan R.
Varietas hibrida mampu berproduksi lebih tinggi
dibandingkan varietas inbrida karena adanya pengaruh heterosis yaitu suatu
kecenderungan F1 untuk tampil lebih unggul dibandingkan dua tetuanya. Heterosis
tersebut dapat muncul pada semua sifat tanaman dan untuk padi hibrida
diharapkan dapat muncul terutama pada sifat potensi hasil. Fenomena heterosis
ini telah lama dimanfaatkan untuk pembentukan varietas jagung hibrida, dan
sejak awal tahun 1970 mulai dicoba diterapkan pada tanaman padi, untuk menjawab
tantangan bahwa tidak di temukan heterosis pada kelompok tanaman menyerbuk
sendiri. Pada tanaman jagung, bunga jantan dan bunga betina letaknya terpisah,
sehingga untuk membuat tetua betina (female row atau seed row) cukup dengan
membuang bunga jantan (detaselling) sebelum tepungsari masak dan tersebar. Pada
tanaman padi, karena bunganya sempurna (organ jantan dan betina terletak pada
satu bunga yang sama), maka organ jantan pada bunga tetua betina harus dibuat
mandul dengan memasukkan gen cms (cytoplasmic-genetic male sterility) sehingga
memudahkan untuk menghasilkan benih F1 hibrida dalam jumlah yang banyak tanpa
harus melakukan pembuangan bunga jantan (emaskulasi). Penggunaan gen cms ini
mengharuskan perakitan varietas padi hibrida menggunakan tiga galur, yaitu
galur mandul jantan (GMJ) atau CMS (galur A), galur pelestari atau maintainer
(galur B), dan tetua jantan yang sekaligus berfungsi sebagai pemulih kesuburan
atau restorer (galur R). Ketiga galur (A, B, dan R) tersebut harus dibuat dan
diseleksi secara ketat untuk membentuk hibrida. Metode tiga galur mempunyai
kelemahan antara lain produksi benihnya rumit.
2.5 Keunggulan
dan Kelemahan Padi Hibrida Keunggulan padi hibrida:
Ø Hasil
produksi padi hibrida lebih tinggi daripada hasil produksi padi
Ø Vigor lebih
baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma
Ø inbrida Keunggulan dari aspek fisiologi, seperti
aktifitas perakaran yang lebih luas, area fotosintesis yang lebih luas,
intensitas respirasi yang lebih
Keunggulan pada
Ø rendah dan
translokasi asimilat yang lebih tinggi
beberapa karakteristik morfologi seperti sistem perakaran lebih kuat,
anakan lebih banyak, jumlah gabah per malai lebih banyak, dan bobot 1000 Harga
butir gabah isi yang lebih tinggi.
v Kelemahan
padi hibrida: Petani harus membeli benih baru setiap tanam, karena benih
Ø benih
mahal
Ø hasil panen
sebelumnya tidak dapat dipakai untuk pertanaman berikutnya Tidak setiap galur atau varietas dapat
dijadikan sebagai tetua padi hibrida. Untuk tetua jantannya hanya terbatas pada
galur atau varietas Produksi benih
Ø yang
mempunyai gen Rf atau yang termasuk restorer saja Memerlukan areal penanaman dengan syarat
tumbuh tertentu.
2.6 rumit Sarana Produksi Padi Hibrida Memproduksi
benih padi hibrida memerlukan berbagai sarana untuk menunjang keberhasilan
produksi. Tidak tersedianya sarana dapat menghambat proses produksi atau bahkan
proses produksi tidak dapat dilakukan. Beberapa sarana yang dibutuhkan dalam
memproduksi benih padi hibrida adalah sebagai berikut:
a) Benih
Tetua
Dalam memproduksi benih padi hibrida tentunya
dibutuhkan tetua sebagai induk benih. Tetua yang digunakan untuk memproduksi
benih padi hibrida adalah galur mandul jantan sitoplasmik (galur A), galur
pelestari (galur B) dan galur pemulih kesuburan (galur R). Benih galur A
diperoleh melalui persilangan antara galur A dengan galur B. Benih galur B dan
galur R diproduksi sebagaimana layaknya padi inbrida (BPTP, 2004) seperti yang
terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Teknik produksi dan perbanyakan
benih galur A, B, R dan Hibrida
Menurut Hidajat (2006) istilah-istilah dalam padi
hibrida meliputi : - Benih tetua jantan (restorer atau R Line) yaitu
varietas padi dengan fungsi reproduksi normal yang dianggap sebagai jantan
sebagai penyedia serbuk sari untuk tetua betina ( A Line). Jumlah benih galur
jantan yang dibutuhkan untuk per hektar luas tanam sebanyak 6 kg. - Benih galur
betina (A Line) atau galur mandul jantan cytoplasmic male steril (cms) yaitu varietas
padi tanpa memiliki serbuk sari hidup dan berfungsi sebagai galur tetua betina
harus mampu menerima serbuk sari dari jantan sehingga terjadi penyerbukan untuk
menghasilkan benih padi hibrida F1, cms merupakan hasil persilangan antara A
Line dan B Line (maintainer) atau galur pelestari. Digunakannya galur pelestari
pada pembuatan cms yaitu agar A Line bisa menjadi betina subur. Pada produksi
benih padi hibrida F1 dibutuhkan benih galur betina sebanyak 33 kg/ha. -
Maintainer adalah galur pelestari atau galur B yang mirip dengan galur mandul
jantan hanya saja memiliki serbuk sari yang hidup dan mempunyai biji yang
normal. Galur pelestari digunakan sebagai pollinator (penyerbuk) untuk
melestarikan galur cms.
b) Pupuk
Pupuk adalah
material yang ditambahkan pada media tanam atau tanaman untuk mencukupi
kebutuhan hara yang diperlukan tanaman sehingga mampu berproduksi dengan baik.
Jenis pupuk yang digunakan pada produksi benih padi hibrida F1 adalah pospate,
NPK dan urea. Pupuk pospate digunakan sebagai pupuk dasar yang diberikan pada
saat pengolahan lahan persemaian. Adapun pupuk NPK dan urea diberikan pada
pertanaman sebagai pupuk susulan. Kandungan unsur hara yang terdapat pada pupuk
pospate yaitu 18% P2O5, pada pupuk urea terkandung unsur hara N sebesar 46% dan
pada pupuk NPK terkandung unsur hara N, P, K dengan perbandingan 16:16:16.
c) Pestisida Menurut The United States Environmental
Pesticide Control Act, pestisida adalah sebagai berikut:
1. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan
untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang
pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama,
kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan
binatang.
2. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk
mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto, 2004). d)
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) GA3 Gibberelin Acid merupakan sintesis dari giberelin
hormon tumbuhan yang bisa merangsang pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Efek
utama giberelin menyebabkan pemanjangan batang dan daun, sehingga tanaman padi
yang kerdil pun akan tumbuh normal setelah dirangsang dengan pemberian GA3. Hal
yang harus diperhatikan dalam pemberian GA3 adalah waktu dan dosis aplikasi
karena dalam jumlah berlebihan tanaman bisa rebah dan mati sebelum berbunga.
Pemberian GA3 pada tanaman galur tetua betina (A Line) berfungsi untuk
meningkatkan eksersi malai, meningkatkan lamanya bunga terbuka, meningkatkan
eksersi stigma dan memperpanjang reseptivitas stigma.
2.7
Pengertian Panen dan Pasca
Panen Panen adalah suatu proses akhir dan tindakan
manusia dalam hal budidaya tanaman dimana pertumbuhan tanaman biasanya akan
terjadi perubahan secara fisiologis maupun morfologi dari tanaman tersebut
(Setyono, 2001). Panen merupakan pekerjaan akhir dari budidaya tanaman
(bercocok tanam), tapi merupakan awal dari pekerjaan pascapanen, yaitu
melakukaan persiapan untuk pengolahan, penyimpanan, dan pemasaran. Pasca panen
padi adalah tahapan kegiatan yang meliputi pemungutan (pemanenan) malai,
perontokan gabah, penampian, pengeringan, pengemasan, penyimpanan, dan
pengolahan sampai siap dipasarkan atau di konsumsi, yang bertujuan untuk
meningkatkan mutu benih atau beras (Anonim, 1986). Penanganan pasca panen hasil
pertanian bertujuan untuk mengurangi kehilangan hasil, menekan tingkat
kerusakan hasil panen, meningkatkan daya simpan dan daya guna komoditas
pertanian agar dapat menunjang usaha penyediaan bahan baku industri dalam
negeri, meningkatkan nilai tambah dan pendapatan, meningkatkan devisa Negara
dan perluasan kesempatan kerja, melestarikan sumber daya alam dan lingkungan
hidup (Anonim, 1986). Macam-macam penanganan pasca panen antara lain:
a. Pendinginan
pendahuluan: menurunkan suhu komoditas menjadi lebih rendah dari suhu di
lapangan, sehingga suhu komoditas mendekati suhu ruang simpan
b. Pencucian: membersihkan komoditas dari kotoran yang
melekat, menghilankan bibit-bibit penyakit yang masih melekat
c. Pengeringan: menghilangkan/mengurangi kadar air
yang berlebihan pada komoditas
d. Pelapisan dengan lilin: khususnya untuk komoditas
buah, tujuannya: mengurangi suasana aerobik dalam buah, memberikan perlindungan
yang diperlukan terhadap organisme pembusuk
e. Sortasi
mutu/grading menurut ukuran
f. Pengepakan/pengemasan. Penanganan pasca panen
umumnya meliputi:
a) Pengkelasan
dan standarisasi
b) Pengemasan dan pelabelan
c) Penyimpanan
d) Pengangkutan. Pada beberapa komoditas ada yang
diberi perlakuan tambahan antara lain: pemberian bahan kimia, pelilinan, dan
pemeraman (Mutiarawati, 2007).
No comments:
Post a Comment