Makalah Manajemen adalah makalah yang membahas tentang manajemen kepemimpinan
dimana dalam makalah ini medefinisikan apa itu manajemen dn apa itu
kepemimpinan serta definisi dari berbagai tokoh. Kepemimpinan adalah
sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses perubahan karakter atau
transformasi internal dalam diri seseorang. Kepemimpinan bukanlah jabatan atau
gelar, melainkan sebuah kelahiran dari proses panjang perubahan dalam diri
seseorang.
Pemimpin Manajemen selalu bertindak proaktif yang bersifat preventif dan
an-tisipatif. Pemimpin Manajemen tidak hanya bertindak reaktif yang
mulai mengambil tindakan bila su-dah terjadi masalah. Pimpinan yang proaktif
selalu bertindak untuk mencegah munculnya masa-lah dan kesulitan di masa yang
akan datang. Untuk lebih jelasnya silakan anda simak baca makalahnya di bawah
ini.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pelajaran mengenai kerendahan hati
dan kepemimpinan sejati dapat kita peroleh dari kisah hidup Nelson Mandela.
Seorang pemimpin besar Afrika Selatan, yang membawa bangsanya dari negara yang
rasialis, menjadi negara yang demokratis dan merdeka. Saya menyaksikan sendiri
dalam sebuah acara talk show TV yang dipandu oleh presenter terkenal Oprah
Winfrey, bagaimana Nelson Mandela menceritakan bahwa selama penderitaan 27
tahun dalam penjara pemerintah Apartheid, justru melahirkan perubahan dalam
dirinya. Dia mengalami perubahan karakter dan memperoleh kedamaian dalam
dirinya. Sehingga dia menjadi manusia yang rendah hati dan mau memaafkan mereka
yang telah membuatnya menderita selama bertahun-tahun.
Seperti yang dikatakan oleh penulis
buku terkenal, Kenneth Blanchard, bahwa kepemimpinan dimulai dari dalam hati
dan keluar untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Perubahan karakter adalah
segala-galanya bagi seorang pemimpin sejati. Tanpa perubahan dari dalam, tanpa
kedamaian diri, tanpa kerendahan hati, tanpa adanya integritas yang kokoh, daya
tahan menghadapi kesulitan dan tantangan, dan visi serta misi yang jelas, seseorang
tidak akan pernah menjadi pemimpin sejati.
Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari proses
perubahan karakter atau transformasi internal dalam diri seseorang.
Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari
proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan visi
dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan
membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan tindakannya
mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya
mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah seseorang lahir
menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar atau jabatan yang
diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan berkembang dari dalam
diri seseorang. Kepemimpinan lahir dari proses internal
Justru seringkali seorang pemimpin
sejati tidak diketahui keberadaannya oleh mereka yang dipimpinnya. Bahkan
ketika misi atau tugas terselesaikan, maka seluruh anggota tim akan mengatakan
bahwa merekalah yang melakukannya sendiri. Pemimpin sejati adalah seorang
pemberi semangat (encourager), motivator, inspirator, dan maximizer.
Konsep pemikiran seperti ini adalah
sesuatu yang baru dan mungkin tidak bisa diterima oleh para pemimpin
konvensional yang justru mengharapkan penghormatan dan pujian (honor and
praise) dari mereka yang dipimpinnya. Semakin dipuji bahkan dikultuskan,
semakin tinggi hati dan lupa dirilah seorang pemimpin. Justru kepemimpinan
sejati adalah kepemimpinan yang didasarkan pada kerendahan hati.
B. TUJUAN
Membahas tentang
- Seorang pemimpin yang sesuai dengan karaktenya
- Kepemimpinan
- Pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya
C. Rumusan Masalah
Makalah ini membahas tentang
- Bagaimanakah kepemimpinan itu
- Apasajakah Ruang lingkup kepemimpinan
- Bagai mana menjadi pemimpin
BAB II
PEMBAHASAN
Banyak pemimpin yang memiliki
kemampuan metoda kepemimpinan ini. Karena hal ini tidak pernah diajarkan di sekolah-sekolah
formal. Oleh karena itu seringkali kami dalam berbagai kesempatan mendorong
institusi formal agar memperhatikan ketrampilan seperti ini yang kami sebut
dengan softskill atau personal skill. Dalam salah satu artikel di economist.com
ada sebuah ulasan berjudul Can Leadership Be Taught. Jelas dalam artikel
tersebut dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metoda kepemimpinan) dapat
diajarkan sehingga melengkapi mereka yang memiliki karakter kepemimpinan. Ada
tiga hal penting dalam metoda kepemimpinan, yaitu: Kepemimpinan yang efektif
dimulai dengan visi yang jelas.Visi ini merupakan sebuah daya atau kekuatan
untuk melakukan perubahan, yang mendorong terjadinya proses ledakan kreatifitas
yang dahsyat melalui integrasi maupun sinergi berbagai keahlian dari
orang-orang yang ada dalam organisasi tersebut. Bahkan dikatakan bahwa nothing
motivates change more powerfully than a clear vision.
Pemimpin sejati fokus pada hal-hal
spiritual dibandingkan dengan sekedar kesuksesan duniawi. Baginya kekayaan dan kemakmuran
adalah untuk dapat memberi dan beramal lebih banyak. Apapun yang dilakukan
bukan untuk mendapat penghargaan, tetapi untuk melayani sesamanya. Dan dia
lebih mengutamakan hubungan atau relasi yang penuh kasih dan penghargaan,
dibandingkan dengan status dan kekuasaan semata.
Pemimpin sejati senantiasa mau
belajar dan bertumbuh dalam berbagai aspek, baik pengetahuan, kesehatan, keuangan,
relasi, dan sebagainya.
Setiap hari senantiasi menselaraskan
(recalibrating) dirinya terhadap komitmen untuk melayani Tuhan dan sesama.
Melalui solitude (keheningan), prayer (doa) dan scripture (membaca Firman
Tuhan).
Demikian kepemimpinan yang melayani
menurut Ken Blanchard yang menurut kami sangat relevan dengan situasi krisis
kepemimpinan yang dialami oleh bangsa Indonesia. Bahkan menurut Danah Zohar,
penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu
tolok ukur kecerdasan spiritual adalah kepemimpinan yang melayani (servant
leadership).
Bahkan dalam suatu penelitian yang
dilakukan oleh Gay Hendrick dan Kate Luderman, menunjukkan bahwa
pemimpin-pemimpin yang berhasil membawa perusahaannya ke puncak kesuksesan
biasanya adalah pemimpin yang memiliki SQ yang tinggi. Mereka biasanya adalah
orang-orang yang memiliki integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah
hati, mampu memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, mengenal
dirinya sendiri dengan baik, memiliki spiritualitas yang tinggi, dan selalu
mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain.
Visi yang jelas dapat secara dahsyat
mendorong terjadinya perubahan dalam organisasi. Seorang pemimpin adalah
inspirator perubahan dan visioner, yaitu memiliki visi yang jelas kemana
organisasinya akan menuju. Kepemimpinan secara sederhana adalah proses untuk
membawa orang-orang atau organisasi yang dipimpinnya menuju suatu tujuan (goal)
yang jelas. Tanpa visi, kepemimpinan tidak ada artinya sama sekali. Visi inilah
yang mendorong sebuah organisasi untuk senantiasa tumbuh dan belajar, serta
berkembang dalam mempertahankan survivalnya sehingga bisa bertahan sampai
beberapa generasi.
Pemimpin yang melayani adalah
pemimpin yang dapat mengendalikan ego dan kepentingan pribadinya melebihi
kepentingan publik atau mereka yang dipimpinnya. Mengendalikan ego berarti
dapat mengendalikan diri ketika tekanan maupun tantangan yang dihadapi menjadi
begitu berat. Seorang pemimpin sejati selalu dalam keadaan tenang, penuh
pengendalian diri dan tidak mudah emosi.
Kepala Yang Melayani (Metoda
Kepemimpinan) Seorang pemimpin sejati tidak cukup hanya memiliki hati atau
karakter semata, tetapi juga harus memiliki serangkaian metoda kepemimpinan
agar dapat menjadi pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki
kualitas dari aspek yang pertama, yaitu karakter dan integritas seorang
pemimpin, tetapi ketika menjadi pemimpin formal, justru tidak efektif sama
sekali karena tidak memiliki metoda kepemimpinan yang baik.
Contoh adalah para pemimpin
karismatik ataupun pemimpin yang menjadi simbol perjuangan rakyat, seperti
Corazon Aquino, Nelson Mandela, Abdurrahman Wahid, bahkan mungkin Mahatma
Gandhi, dan masih banyak lagi menjadi pemimpin yang tidak efektif ketika
menjabat secara formal menjadi presiden. Hal ini karena mereka tidak memiliki
metoda kepemimpinan yang diperlukan untuk mengelola mereka yang dipimpinnya.
Ada dua aspek mengenai visi, yaitu
visionary role dan implementation role. Artinya seorang pemimpin tidak hanya
dapat membangun atau menciptakan visi bagi organisasinya tetapi memiliki
kemampuan untuk mengimplementasikan visi tersebut ke dalam suatu rangkaian
tindakan atau kegiatan yang diperlukan untuk mencapai visi itu.
Seorang pemimpin yang efektif adalah
seorang yang sangat responsive. Artinya dia selalu tanggap terhadap setiap
persoalan, kebutuhan, harapan dan impian dari mereka yang dipimpinnya. Selain
itu selalu aktif dan proaktif dalam mencari solusi dari setiap permasalahan
ataupun tantangan yang dihadapi organisasinya.
Seorang pemimpin yang efektif adalah
seorang pelatih atau pendamping bagi orang-orang yang dipimpinnya (performance
coach). Artinya dia memiliki kemampuan untuk menginspirasi, mendorong dan
memampukan anak buahnya dalam menyusun perencanaan (termasuk rencana kegiatan,
target atau sasaran, rencana kebutuhan sumber daya, dan sebagainya), melakukan
kegiatan sehari-hari (monitoring dan pengendalian), dan mengevaluasi kinerja
dari anak buahnya.
Tangan Yang Melayani (Perilaku
Kepemimpinan) Pemimpin sejati bukan sekedar memperlihatkan karakter dan
integritas, serta memiliki kemampuan dalam metoda kepemimpinan, tetapi dia
harus menunjukkan perilaku maupun kebiasaan seorang pemimpin. Dalam buku Ken
Blanchard tersebut disebutkan ada empat perilaku seorang pemimpin, yaitu:
Pemimpin tidak hanya sekedar memuaskan mereka yang dipimpinnya, tetapi
sungguh-sungguh memiliki kerinduan senantiasa untuk memuaskan Tuhan. Artinya
dia hidup dalam perilaku yang sejalan dengan Firman Tuhan. Dia memiliki misi
untuk senantiasa memuliakan Tuhan dalam setiap apa yang dipikirkan, dikatakan
dan diperbuatnya.
Apakah arti kepemimpinan? Menurut
sejarah, masa “kepemimpinan” muncul pada abad 18. Ada beberapa pengertian
kepemimpinan, antara lain:
Kepemimpinan adalah
pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses
komunikasi untuk mencapai satu atau beberapa tujuan tertentu (Tannebaum,
Weschler and Nassarik, 1961, 24).
- Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Shared Goal, Hemhiel & Coons, 1957, 7).
- Kepemimpinan adalah suatu proses yang mempengaruhi aktifitas kelompok yang diatur untuk mencapai tujuan bersama (Rauch & Behling, 1984, 46)
- Kepemimpinan adalah kemampuan seni atau tehnik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya.
- Kepemimpinan adalah suatu proses yang memberi arti (penuh arti kepemimpinan) pada kerjasama dan dihasilkan dengan kemauan untuk memimpin dalam mencapai tujuan (Jacobs & Jacques, 1990, 281).
Banyak definisi kepemimpinan yang
menggambarkan asumsi bahwa kepemimpinan dihubungkan dengan proses mempengaruhi
orang baik individu maupun masyarakat. Dalam kasus ini, dengan sengaja
mempengaruhi dari orang ke orang lain dalam susunan aktivitasnya dan hubungan
dalam kelompok atau organisasi. John C. Maxwell mengatakan bahwa inti
kepemimpinan adalah mempengaruhi atau mendapatkan pengikut.
Menurut James A.F Stonen, tugas
utama seorang pemimpin adalah:
- Seorang pemimpin bertanggung jawab untuk bekerja dengan orang lain, salah satu dengan atasannya, staf, teman sekerja atau atasan lain dalam organisasi sebaik orang diluar organisasi.
- Seorang pemimpin bertanggungjawab untuk menyusun tugas menjalankan tugas, mengadakan evaluasi, untuk mencapai outcome yang terbaik. Pemimpin bertanggung jawab untuk kesuksesan stafnya tanpa kegagalan
- Proses kepemimpinan dibatasi sumber, jadi pemimpin harus dapat menyusun tugas dengan mendahulukan prioritas. Dalam upaya pencapaian tujuan pemimpin harus dapat mendelegasikan tugas-tugasnya kepada staf. Kemudian pemimpin harus dapat mengatur waktu secara efektif,dan menyelesaikan masalah secara efektif.
- Seorang pemimpin harus menjadi seorang pemikir yang analitis dan konseptual. Selanjutnya dapat mengidentifikasi masalah dengan akurat. Pemimpin harus dapat menguraikan seluruh pekerjaan menjadi lebih jelas dan kaitannya dengan pekerjaan lain.
- Konflik selalu terjadi pada setiap tim dan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin harus dapat menjadi seorang mediator (penengah)
- Seorang pemimpin harus mampu mengajak dan melakukan kompromi. Sebagai seorang diplomat, seorang pemimpin harus dapat mewakili tim atau organisasinya.
- Seorang pemimpin harus dapat memecahkan masalah.
Menurut Henry Mintzberg, Peran
Pemimpin adalah :
- Peran hubungan antar perorangan, dalam kasus ini fungsinya sebagai pemimpin yang dicontoh, pembangun tim, pelatih, direktur, mentor konsultasi.
- Fungsi Peran informal sebagai monitor, penyebar informasi dan juru bicara.
- Peran Pembuat keputusan, berfungsi sebagai pengusaha, penanganan gangguan, sumber alokasi, dan negosiator.
Hati Yang Melayani (Karakter
Kepemimpinan) Kepemimpinan yang melayani dimulai dari dalam diri kita.
Kepemimpinan menuntut suatu transformasi dari dalam hati dan perubahan
karakter. Kepemimpinan sejati dimulai dari dalam dan kemudian bergerak ke luar
untuk melayani mereka yang dipimpinnya. Disinilah pentingnya karakter dan
integritas seorang pemimpin untuk menjadi pemimpin sejati dan diterima oleh
rakyat yang dipimpinnya. Kembali betapa banyak kita saksikan para pemimpin yang
mengaku wakil rakyat ataupun pejabat publik, justru tidak memiliki integritas
sama sekali, karena apa yang diucapkan dan dijanjikan ketika kampanye dalam
Pemilu tidak sama dengan yang dilakukan ketika sudah duduk nyaman di kursinya.
Paling tidak menurut Ken Blanchard
dan kawan-kawan, ada sejumlah ciri-ciri dan nilai yang muncul dari seorang
pemimpin yang memiliki hati yang melayani, yaitu: Tujuan paling utama seorang
pemimpin adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya.
Orientasinya adalah bukan untuk
kepentingan diri pribadi maupun golongannya tetapi justru kepentingan publik
yang dipimpinnya. Entah hal ini sebuah impian yang muluk atau memang kita tidak
memiliki pemimpin seperti ini, yang jelas pemimpin yang mengutamakan
kepentingan publik amat jarang kita temui di republik ini. Seorang pemimpin
sejati justru memiliki kerinduan untuk membangun dan mengembangkan mereka yang
dipimpinnya sehingga tumbuh banyak pemimpin dalam kelompoknya.
Hal ini sejalan dengan buku yang
ditulis oleh John Maxwell berjudul Developing the Leaders Around You.
Keberhasilan seorang pemimpin sangat tergantung dari kemampuannya untuk
membangun orang-orang di sekitarnya, karena keberhasilan sebuah organisasi
sangat tergantung pada potensi sumber daya manusia dalam organisasi tersebut.
Jika sebuah organisasi atau masyarakat mempunyai banyak anggota dengan kualitas
pemimpin, organisasi atau bangsa tersebut akan berkembang dan menjadi kuat.
Pemimpin yang melayani memiliki
kasih dan perhatian kepada mereka yang dipimpinnya. Kasih itu mewujud dalam
bentuk kepedulian akan kebutuhan, kepentingan, impian dan harapan dari mereka
yang dipimpinnya.
Ciri keempat seorang pemimpin yang memiliki hati yang melayani adalah akuntabilitas
(accountable). Istilah akuntabilitas adalah berarti penuh tanggung jawab dan
dapat diandalkan. Artinya seluruh perkataan, pikiran dan tindakannya dapat
dipertanggungjawabkan kepada publik atau kepada setiap anggota organisasinya.
Pemimpin yang melayani adalah
pemimpin yang mau mendengar. Mau mendengar setiap kebutuhan, impian dan harapan
dari mereka yang dipimpinnya.
ANALISA
KEPEMIMPINAN
A. Kepemimpinan
Pemimpin adalah inti dari manajemen.
Ini berarti bahwa manajemen akan tercapai tujuannya jika ada pemimpin.
Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin
adalah seseorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan
mempengaruhi pendirian/pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan
alasan-alasannya. Seorang pemimpin adalah seseorang yang aktif membuat
rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan percobaan dan memimpin pekerjaan
untuk mencapai tujuan bersama-sama.
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi
perilaku orang-orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
Definisi itu mengandung dua pengertian pokok yang sangat penting tentang
kepemimpinan, yaitu Mempengaruhi perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam
organisasi diarahkan untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau
berbuat seperti yang diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya.
Motivasi orang untuk berperilaku ada
dua macam, yaitu motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam hal motivasi
ekstrinsik perlu ada faktor di luar diri orang tersebut yang mendorongnya untuk
berperi-laku tertentu. Dalam hal semacam itu kepemimpinan adalah faktor luar.
Sedang motivasi intrinsik daya dorong untuk berperilaku tertentu itu berasal
dari dalam diri orang itu sendiri. Jadi semacam ada kesadaran kemauan sendiri
untuk berbuat sesuatu, misalnya memperbaiki mutu kerjanya.
Dalam proses tersebut pimpinan
membimbing, memberi pengarahan, mempengaruhi perasaan dan perilaku orang lain,
memfasilitasi serta menggerakkan orang lain untuk bekerja menuju sasaran yang
diingini bersama. Semua yang dilakukan pimpinan harus bisa dipersepsikan oleh
orang lain dalam organisasinya sebagai bantuan kepada orang-orang itu untuk
dapat meningkatkan mutu kinerjanya. Dalam hal ini usaha mempengaruhi perasaan
mempunyai peran yang sangat penting. Perasaan dan emosi orang perlu disentuh
dengan tujuan untuk menumbuhkan nilai-nilai baru, misalnya bekerja itu harus
bermutu, atau memberi pelayanan yang sebaik mungkin kepada pelanggan itu adalah
suatu keharusan yang mulia, dan lain sebagainya. Dengan nilai-nilai baru yang
dimiliki itu orang akan tumbuh kesadarannya untuk berbuat yang lebih bermutu.
Dalam ilmu pendidikan ini masuk dalam kawasan affective.
B. Pandangan Kepemimpinan
- Seorang yang belajar seumur hidup
Tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga diluar sekolah. Contohnya, belajar melalui
membaca, menulis, observasi, dan mendengar. Mempunyai pengalaman yang baik
maupun yang buruk sebagai sumber belajar.
- Berorientasi pada pelayanan
Seorang pemimpin tidak dilayani
tetapi melayani, sebab prinsip pemimpin dengan prinsip melayani berdasarkan
karir sebagai tujuan utama. Dalam memberi pelayanan, pemimpin seharusnya lebih
berprinsip pada pelayanan yang baik.
- Membawa energi yang positif
Setiap orang mempunyai energi dan
semangat. Menggunakan energi yang positif didasarkan pada keikhlasan dan
keinginan mendukung kesuksesan orang lain. Untuk itu dibutuhkan energi positif
untuk membangun hubungan baik. Seorang pemimpin harus dapat dan mau bekerja
untuk jangka waktu yang lama dan kondisi tidak ditentukan. Oleh karena itu,
seorang pemimpin harus dapat menunjukkan energi yang positif, seperti ;
- Percaya pada orang lain
Seorang pemimpin mempercayai orang
lain termasuk staf bawahannya, sehingga mereka mempunyai motivasi dan
mempertahankan pekerjaan yang baik. Oleh karena itu, kepercayaan harus diikuti
dengan kepedulian.
- Keseimbangan dalam kehidupan
Seorang pemimpin harus dapat
menyeimbangkan tugasnya. Berorientasi kepada prinsip kemanusiaan dan
keseimbangan diri antara kerja dan olah raga, istirahat dan rekreasi.
Keseimbangan juga berarti seimbang antara kehidupan dunia dan akherat.
- Melihat kehidupan sebagai tantangan
Kata ‘tantangan’ sering di
interpretasikan negatif. Dalam hal ini tantangan berarti kemampuan untuk
menikmati hidup dan segala konsekuensinya. Sebab kehidupan adalah suatu
tantangan yang dibutuhkan, mempunyai rasa aman yang datang dari dalam diri
sendiri. Rasa aman tergantung pada inisiatif, ketrampilan, kreatifitas,
kemauan, keberanian, dinamisasi dan kebebasan.
- Sinergi
Orang yang berprinsip senantiasa
hidup dalam sinergi dan satu katalis perubahan. Mereka selalu mengatasi
kelemahannya sendiri dan lainnya. Sinergi adalah kerja kelompok dan memberi
keuntungan kedua belah pihak. Menurut The New Brolier Webster International
Dictionary, Sinergi adalah satu kerja kelompok, yang mana memberi hasil lebih
efektif dari pada bekerja secara perorangan. Seorang pemimpin harus dapat
bersinergis dengan setiap orang atasan, staf, teman sekerja.
- Latihan mengembangkan diri sendiri
Seorang pemimpin harus dapat
memperbaharui diri sendiri untuk mencapai keberhasilan yang tinggi. Jadi dia
tidak hanya berorientasi pada proses. Proses daalam mengembangkan diri terdiri
dari beberapa komponen yang berhubungan dengan:
- Pemahaman materi;
- Memperluas materi melalui belajar dan pengalaman
- Mengajar materi kepada orang lain;
- Mengaplikasikan prinsip-prinsip;
- Memonitoring hasil;
- Merefleksikan kepada hasil;
- Menambahkan pengetahuan baru yang diperlukan materi;
- Pemahaman baru; dan
- Kembali menjadi diri sendiri lagi.
Mencapai kepemimpinan yang
berprinsip tidaklah mudah, karena beberapa kendala dalam bentuk kebiasaan
buruk, misalnya:
- Kemauan dan keinginan sepihak;
- Kebanggaan dan penolakan; dan
- Ambisi pribadi.
Hukum alam tidak dapat dihindari
dalam proses pengembangan pribadi. Perkembangan intelektual seseorang
seringkali lebih cepat dibanding perkembangan emosinya. Oleh karena itu, sangat
disarankan untuk mencapai keseimbangan diantara keduanya, sehingga akan menjadi
faktor pengendali dalam kemampuan intelektual. Pelatihan emosional dimulai dari
belajar mendengar. Mendengarkan berarti sabar, membuka diri, dan berkeinginan
memahami orang lain. Latihan ini tidak dapat dipaksakan. Langkah melatih
pendengaran adalah bertanya, memberi alasan, memberi penghargaan, mengancam dan
mendorong. Dalam proses melatih tersebut, seseorang memerlukan pengontrolan
diri, diikuti dengan memenuhi keinginan orang.
Mengembangkan kekuatan pribadi akan
lebih menguntungkan dari pada bergantung pada kekuatan dari luar. Kekuatan dan
kewenangan bertujuan untuk melegitimasi kepemimpinan dan seharusnya tidak untuk
menciptakan ketakutan. Peningkatan diri dalam pengetahuan, ketrampilan dan
sikap sangat dibutuhkan untuk menciptakan seorang pemimpin yang berpinsip
karena seorang pemimpin seharusnya tidak hanya cerdas secara intelektual,
tetapi juga emosional (IQ, EQ dan SQ).
C Hal Mendasar Yang Perlu Untuk
Kepemimpinan
Manajemen dilaksanakan dalam suatu organisasi atau institusi tertentu
yang pada tahap awal implementasinya organisasi itu digerakkan oleh
kepemimpinan yang sangat peduli pada mutu dan bertekad kuat untuk membuat
organisasinya itu selalu dan terus menerus meningkatkan mutu kiner-janya,
apakah itu dalam bentuk produk atau jasa. Kepemimpinan untuk MMT itu memerlukan
modal dasar dalam bentuk penguasaan tujuh mendasar yang menyangkut kehidupan
organisasinya.
a. Organisasi :
Mengapa organisasi yang dipimpinnya
ini ada dan untuk apa ? Jawaban ter-hadap pertanyaan yang sangat mendasar ini
perlu dikuasai secara baik oleh semua orang yang memegang tampuk kepemimpinan
dari suatu organisasi. Tanpa menguasai jawabannya secara baik diragukan apakah mereka
akan mampu mengarahkan orang-orang lain dalam organisasi itu ke tujuan yang
seharusnya.
b. V i s i :
Akan menjadi organisasi yang
bagaimanakah organisasi itu di masa depan ? Orang-orang yang memegang
kepemimpinan perlu memiliki pandangan jauh ke depan tentang organi-sasinya;
mereka ingin mengembangkan organisasinya itu menjadi organisasi yang bagaimana,
yang mampu berfungsi apa dan bagaimana, yang mampu memproduksi benda dan jasa
apa dan yang bagaimana, serta untuk dapat disajikan kepada siapa ? Visi ini
seharusnya berjangka panjang, misalnya 10 tahun atau 25 tahun ke dapan, agar
dapat memfasilitasi usaha-usaha perbaikan mutu kinerja yang berkelanjutan.
c. M i s i
Mengapa kita ada dalam organisasi
ini ? Apa tugas yang harus kita lakukan ? Jawaban terhadap
pertanyaan-pertanyaan ini berkaitan dengan visi tersebut di atas. Bagaimana
visi itu akan dapat diwujudkan ? Tugas-tugas pokok apakah yang harus dilakukan
oleh organisasi agar visi atau kondisi masa depan organisasi tadi dapat
diwujudkan. Rumusan tentang misi organisasi ini juga seharusnya dapat dikuasai
dengan baik dan jelas oleh orang-orang yang memegang kepemimpinan agar mereka
dapat memberi arahan yang benar dan jelas kepada orang-orang lain.
d. Nilai-nilai
Prinsip-prinsip apa yang diyakini
sebagai kebenaran yang berfungsi sebagai pedoman dalam menjalankan tugas
organisasi, dan ingin agar orang lain dalam organisasi juga mengadopsi
prinsip-prinsip tersebut. Misalnya mutu, fokus pada pelanggan, disiplin,
kepelayanan adalah nilai-nilai yang seharusnya dianut oleh orang-orang yang
memegang kepemimpinan MMT.
e. Kebijakan
Ialah rumusan-rumusan yang akan
disampaikan kepada orang-orang dalam organisasi sebagai arahan agar mereka
mengetahui apa yang harus dilakukan dalam menyediakan pelayanan dan barang
kepada para pelanggan. Orang-orang yang memegang kepemim-pinan harus mampu
merumuskan kebijakan-kebijakan semacam itu agar orang-orang dapat menyajikan
mutu seperti yang diinginkan oleh organisasi.
f. Tujuan-tujuan Organisasi
Ialah hal-hal yang perlu dicapai
oleh organisasi dalam jangka panjang dan jangka pendek agar memungkinkan
orang-orang dalam organisasi memenuhi misinya dan mewujudkan visi mereka.
Tujuan-tujuan organisasi itu perlu dirumuskan secara kongkrit dan jelas.
g. Metodologi :
Adalah rumusan tentang cara-cara
yang dipilih secara garis besar dalam bertindak menuju pewujudan visi dan
pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Metodologi ini terbatas pada garis-garis
besar yang perlu dilakukan dan bukan detil-detil teknik kerja.
Ketujuh hal yang sangat mendasar itu
perlu dikuasai dan dalam implementasi MMT hal itu akan dituangkan dalam
merumuskan rencana strategis untuk mutu. Tanpa kemampuan merumuskan ketujuh hal
itu secara spesifik dan mengkomunikasikannya kepada orang-orang dalam
organisasi, sulit bagi orang-orang itu untuk mewujudkan mutu seperti yang
diinginkan.
D. Manajemen Kepemimpinan
Kepemimpinan lebih diarahkan kepada kelompok-kelompok kerja yang
memiliki tugas atau fungsi masing-masing, tidak memfokus kepada individu. Hal
ini akan berakibat tumbuh berkembangnya kerjasama dalam kelompok-kelompok.
Motivasi individu akan menjadi tugas semua orang dalam kelompok, jadi kelompok
kerja menjadi sumber motivasi bagi setiap ang-gota dalam kelompok. Karena
pimpinan selalu menilai kinerja kelompok, bukan individu, maka ma-sing-masing
kelompok akan berusaha memacu kerjasama yang sebaik-baiknya, kalau perlu dengan
menarik-narik teman sekelompoknya yang kurang benar kerjanya.
Kepemimpinan Manajemen tidak selalu membuat keputusan sendiri dalam segala hal,
tetapi hanya melakukannya dalam hal-hal yang akan lebih baik kalau dia yang
memutuskannya. Sisanya diserahkan wewenangnya kepada ke-lompok-kelompok yang
ada di bawah pengawasannya. Hal ini dilakukan terutama untuk hal-hal yang
menyangkut cara melaksanakan pekerjaan secara teknis. Orang-orang yang ada
dalam kelompok-kelompok kerja yang sudah mendapatkan pelatihan dan sehari-hari
melakukan pekerjaan itulah yang lebih tahu bagaimana melakukan pekerjaan dan
karenanya menjadi lebih kompeten untuk membuat keputusan dari pada sang
pimpinan.
Setiap upaya meningkatkan mutu
kinerja, apakah itu dalam mengha-silkan barang atau menghasilkan jasa, pada
dasarnya selalu diperlukan adanya perubahan cara kerja. Jadi kalu diinginkan
adanya mutu yang lebih baik jangan takut menghadapi perubahan, se-bab tanpa
perubahan tidak akan terjadi peningkatan mutu kinerja. Perubahan bisa
diciptakan oleh pemimpin, tetapi tidak perlu harus selalu berasal dari
pimpinan, sebab kemampuan pemim-pinpun terbatas. Oleh karena itu pemimpin
justru perlu merangsang timbulnya kreativitas di ka-langan orang-orang yang
dipimpinnya guna menciptakan hal-hal baru yang sekiranya akan menghasilkan
kinerja yang lebih bermutu. Seorang pemimpin tidak selayaknya memaksakan
ide-ide lama yang sudah terbukti tidak dapat menghasilkan mutu kinerja seperti
yang diharap-kan. Setiap ide baru yang dimaksudkan untuk menghasilkan sesuatu
yang lebih bermutu dari manapun asalnya patut disambut baik. Orang-orang dalam
organisasi harus dibuat tidak takut untuk berkreasi, dan orang yang terbukti
menghasilkan ide yang bagus harus diberi pengakuan dan penghargaan.
Seorang pimpinan Manajemen selalu mendambakan pembaharuan, sebab dia tahu bahwa hanya
dengan pembaharuan akan dapat dihasilkan mutu yang lebih baik. Oleh karena itu
dia harus selalu mendorong semua orang dalam organisasinya untuk berani
melakukan inovasi-inovasi, baik itu menyangkut cara kerja maupun barang dan
jasa yang dihasilkan. Tentu semua itu dilakukan melalui proses uji coba dan
evaluasi secara ketat sebelum diadopsi secara luas dalam organisasi. Sebaliknya
seo-rang pimpinan tidak sepatutnya mempertahankan kebiasaan-kebiasaan kerja
lama yang sudah terbukti tidak menghasilkan mutu seperti yang diharapkan olah
organisasi maupun oleh para pe-langgannya.
Manajemen selalu mengupayakan adanya
kerjasama dalam tim, kelompok, atau dalam unit-unit organisasi. Program-program
mulai dari tahap peren-canaan sampai ke pelaksanaan dan evaluasinya
dilaksanakan melalui kerjasama, dan bukan pro-gram sendiri-sendiri yang
bersifat individual. Adanya sistem kerja yang didasari oleh kerjasama dalam
tim, kelompok atau unit itu harus selalu menjadi pemikiran para pimpinan
Manajemen. Dasarnya adalah pengikut-sertaan semua orang dalam kegiatan-kegiatan
yang sesuai dengan ba-kat, minat dan kemampuan masing-masing orang. Orang
adalah aset terpenting dalam organisasi dan karena itu setiap orang yang ada
harus dimanfaatkan secara optimal bagi kepentingan penca-paian tujuan
organisasi.
Pemimpin
Manajemen selalu bertindak proaktif yang
bersifat preventif dan an-tisipatif. Pemimpin Manajemen tidak hanya
bertindak reaktif yang mulai mengambil tindakan bila su-dah terjadi masalah.
Pimpinan yang proaktif selalu bertindak untuk mencegah munculnya masa-lah dan
kesulitan di masa yang akan datang. Setiap rencana tindakan sudah difikirkan
akibat dan konsekuensi yang bakal muncul, dan kemudian difikirkan bagaimana
cara untuk mengeliminasi hal-hal yang bersifat negatif atau sekurang berusaha
meminimalkannya. Dengan demikian ke-hidupan organisasi selalu dalam
pengendalian pimpinan dalam arti semua sudah dapat diper-hitungkan sebelumnya,
dan bukannya memungkinkan munculnya masalah-masalah secara me-ngejutkan dan
menimbulkan kepanikan dalam organisasi. Tindakan yang reaktif biasanya sudah
terlambat atau setidaknya sudah sempat menimbulkan kerugian atau akibat negatif
lainnya.
Sudah dikatakan sebelumnya bahwa
orang adalah sumberdaya yang paling utama dan paling berharga dalam setiap
organisasi. Oleh karena itu SDM harus selalu mendapat perhatian yang besar dari
pimpinan Manajemen dalam arti selalu diupa-yakan untuk lebih diberdayakan agar
kemampuan-kemampuannya selalu meningkat dari waktu ke waktu. Dengan kemampuan
yang meningkat itulah SDM itu dapat diharapkan untuk mening-katkan mutu
kinerjanya. Program-program pelatihan, pendidikan dan lain-lain kegiatan yang
bersifat memberdayakan SDM harus dilembagakan dalam arti selalu direncanakan
dan dilaksa-nakan bagi setiap orang secara bergiliran sesuai keperluan dan
situasi
Bila berbicara tentang mutu tentu
akan terlintas adanya mutu yang tinggi dan mutu yang rendah. Bila dikatakan
bahwa kinerja suatu organisasi itu tinggi tentu karena dibandingkan dengan mutu
organisasi lain yang kenyataannya lebih rendah. Artinya mutu tentang segala
sesuatu itu sifatnya relatif, bukan absolut. Setidaknya begitulah pengertian mutu
menurut Manajemen. Pimpinan dalam Manajemen dianjurkan melakukan
pem-bandingan dengan organisasi lain, membandingkan mutu organisasinya dengan
mutu organisasi lain yang sejenis. Kegiatan ini disebut benchmarking. Pimpinan
Manajemen selalu berusaha menya-mai mutu kinerja organisasi lain dan kalau bisa
bahkan berusaha melampaui mutu organisasi lain. Bila pimpinan berbicara tentang
mutu organisasi lain dan kemudian ingin menyamai atau melebihi mutu organisasi
lain itu, berarti pmpinan itu berbicara tentang persaingan. Setiap organisasi
berusaha mendapatkan pelanggan yang lebih banyak dan yang berciri lebih baik.
Usaha ini hanya akan berhasil kalau organisasi itu mampu berkinerja yang
mutunya lebih tinggi dari organisasi lain. Ini persaingan. Manajemen dikembangkan
untuk memenangkan persaingan. Oleh karena itu pimpinan Manajemen selalu harus
menyadari adanya persaingan dan berbicara tentang itu dengan orang-orang dalam
organisasinya.
Karakter suatu organisasi tercermin
dari pola sikap dan perilaku orang-orangnya. Sikap dan perilaku organsasi yang
cenderung menim-bulkan rasa senang dan puas pada fihak pelanggan-pelanggannya
perlu dibina oleh pimpinan. Demikian pula budaya organisasi yang menjunjung
tinggi nilai-nilai tertentu yang relevan dengan mutu yang diinginkan oleh
organisasi itu juga perlu dibina. Misalnya dalam lembaga pendidikan perlu
dikembangkan budaya yang menjunjung tinggi nilai-nilai belajar, kejujuran,
kepelayanan, dan sebagainya.
Nilai-nilai yang merupakan bagian
dari budaya organisasi itu harus menjadi pedoman dalam bersikap dan
berperilaku dalam organisasi. Namun demikian ka-rakter dan budaya organisasi
itu hanya akan tumbuh dan berkembang bila iklim organisasi itu menunjang. Olah
karena itu pimpinan juga harus selalu membina iklim organisasinya agar
kon-dusif bagi tumbuh dan berkembangnya karakter dan budaya organisasi tadi.
Misalnya dengan menciptakan dan melaksanakan sistem penghargaan yang mendorong
orang untuk bekerja dan berprestasi lebih baik. Atau pimpinan yang selalu
berusaha berperilaku sedemikian rupa hingga dapat menjadi model yang selalu
dicontoh oleh orang-orang lain.
Pemimpin Manajemen tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada dirinya, tetapi
akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan hanya me-nyisakan
pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang pimpinan. Kepemimpinan
yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan pengaruh pada orang lain.
Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi tetap ditangan pimpinan-atas, dan
lainnya yang bersifat operasional atau bersifat teknis disebarkan kepada
orang-orang lain sesuai dengan kedudukan dan tugasnya. Dalam banyak hal bahkan
pengambilan keputusan itu diserahkan kepada tim atau kelompok kerja
tertentu.
Dengan demikian ketergantungan
organisasi pada pimpinan akan sangat kecil, tetapi sebagian besar dari
orang-orang dalam organisasi itu memiliki kemandirian yang tinggi. Kondisi
semacam ini tentu saja akan tercapai melalui penerapan Manajemen yang baik dan
benar, dan setelah melalui proses pembinaan yang panjang. Makin banyak dari
kesepuluh ciri itu yang diterapkan oleh pimpinan Manajemen semakin
baiklah mutu kepemimpinannya, dalam arti makin baiklah suasana kerja yang
kondusif untuk terciptanya mutu, dan makin kuatlah dorongan yang diberikan
kepada orang-orang dalam orga- nisasinya untuk meningkatkan mutu kinerjanya.
Kesepuluh hal tersebut perlu dihayati dan di-praktekkan oleh semua pimpinan ,
dari yang tertinggi sampai yang terrendah, sehingga akhirnya akan menjelma
menjadi pola tindak yang normatif dari semua unsur pimpinan.
E. Cara Berfikir Kelompok Pimpinan
tentang Mutu
Dari pengalaman
organisasi-organisasi yang telah menerapkan Manajemen
dapat ditarik pelajaran bahwa agar organisasi itu berhasil dalam meningkatkan
mutu kinerjanya secara terus-menerus diperlukan adanya kelompok pimpinan atau
manajemen yang memiliki cara berfikir tentang mutu yang berbeda dengan cara
berfikir pimpinan organisasi yang tidak menerapkan MMT. Berikut ini butir-butir
yang menggambarkan cara berfikir pimpinan MMT tentang mutu.
1. Perbaikan mutu menghemat waktu
dan uang.
Cara berfikir semacam itu berbeda
dengan cara berfikir konvensional yang biasa mengatakan bahwa perbaikan mutu
selalu memerlukan uang dan waktu. MMT diterapkan untuk jangka panjang, dan
perbaikan mutu tidak untuk sesaat tetapi untuk seterusnya dan selamanya.
Perbaikan mutu pada awalnya mungkin memerlukan dana, tetapi tidak selalu harus
demikian, sebab untuk mencapai mutu yang lebih baik mungkin diperlukan
pelatihan bagi orang-orang tertentu, atau memerlukan perbaikan peralatan dan
fasilitas kerja, meski inipin tidak selalu harus demikian. Sesudah investasi
awal itu kemudian tidak diperlukan lagi penge-luaran ekstra, bahkan dalam
jangka yang agak panjang perbaikan mutu itu malah akan menghasilkan penghematan
uang dan waktu. Tujuan utama diterapkannya MMT selain memuaskan pelanggan
adalah efisiensi. Ini berarti penghematan dari cara-cara sebelumnya, atau
bekerja dengan biaya lebih rendah tetapi dengan hasil yang lebih baik
2. Pekerjaan adalah sistem terpadu
dari beberapa proses.
Persepsi semacam ini jelas sangat
berbeda dengan cara berfikir kovensional yang melihat pekerjaan tidak sebagai
suatu sistem yang terpadu tetapi sebagai rangkaian peristiwa. Jika orang
melihat pekerjaan sebagai suatu sistem yang terpadu berarti masih tetap
mengakui adanya bagian-bagian dari pekerjaan yang terpisah, namun bagian-bagian
itu tetap berkaitan satu dengan lainnya dan memiliki hubungan saling
mempengaruhi dan saling bergantung (interdependent). Perguruan tinggi memiliki
bagian-bagian atau unit-unit, memiliki banyak jenis pekerjaan dan kegiatan,
serta memiliki banyak orang yang bekerja di dalam-nya. Jelas mereka tidak cukup
hanya dengan bekerja sendiri-sendiri secara terpisah, tetapi mereka harus
bekerjasama, berinteraksi satu sama lain, tolong menolong, saling melayani,
sebab hasil akhir dari perguruan tinggi itu adalah totalitas dari pekerjaan
semua bagian dan semua orang itu.
Bahkan mutu pekerjaan satu bagian
sering sangat tergantung pada mutu pekerjaan bagian lain yang merupakan masukan
bagi bagian yang pertama. Jadi agar suatu perguruan tinggi bermutu, semua
bagian, semua fungsi dan semua pekerjaan perlu diupayakan agar bermutu sebagai
satu sistem. Tidak cukup bila hanya salah satu atau beberapa bagian saja yang
bermutu. Namun dalam implementasinya bila tidak mungkin meningkatkan semua
jenis pekerjaan secara simultan, maka bisa ditempuh cara bertahap, yang dengan
cermat dipilih jenis-jenis pekerjaan mana yang secara strategis perlu
ditingkatkan mutunya lebih dahulu.
3. Pekerjaan betapapun besar dan
banyaknya bila tanpa kualitas tidak ada artinya.
Ini berarti bahwa kualitas atau mutu
pekerjaan lebih penting dari kuantitas atau jumlah. Dalam dunia pendidikan hal
itu jelas sekali. Suatu perguruan tinggi memiliki banyak dosen dan mahasiswa
tetapi yang pada umumnya tidak bermutu sebenarnya tidak banyak artinya bagi
perguruan yang mendambakan perguruan yang bermutu. Pendidikan yang tidak
bermutu betapapun banyaknya lulusan yang dikeluarkan kiranya tidak ada artinya
bagi kemajuan suatu bangsa dan negara.
4. Mutu menyatu dengan cara kerja
dari awal.
Mutu hasil kinerja yang berupa
barang atau jasa adalah hasil dari cara kerja yang diterapkan dalam pekerjaan.
Oleh karena itu cara kerja yang berupa prosedur dan proses kerja menjadi sangat
penting untuk menghasilkan kinerja yang bermutu. Prosedur dan proses kerja
sejak awal hingga akhir perlu dirancang dan ditentukan sedemikian rupa hingga
menjamin tercapainya mutu kinerja yang baik seperti yang diinginkan untuk dapat
memu-askan semau pelanggannya. Mutu barang atau jasa bukan sekedar hasil dari
pemeriksaan pada akhir proses kerja, melainkan menyatu dengan cara kerja dari
awal hingga akhir.
5. Mutu dapat dicapai melalui pelatihan yang lebih baik bagi karyawan yang
telah ada plus kepemimpinan yang bermutu.
Salah satu kunci penting untuk
keberhasilan meningkatkan mutu secara berkelanjutan adalah pelatihan yang
relevan dan efektif. Semua karyawan dapat diharapkan meningkatkan mutu
kinerjanya bila telah mendapatkan pelatihan yang tepat, demikian pula semua
pemimpin dapat memimpin penyelenggaraan MMT dengan berhasil bila mendapatkan
pelatihan un-tuk itu. Cara berfikir semacam itu berbeda dengan cara berfikir
konvensional yang mengatakan bah-wa untuk mendapatkan mutu perlu (perekrutan)
karyawan yang lebih baik.
6. Mutu yang cukup hanyalah bila
semua pekerjaan menghasilkan yang terbaik.
Mutu se-macam itu memang tidak mungkin dicapai dengan sekali
usaha tetapi melalui usaha yang terus menerus yang setiap kali diusahakan bisa
mencapai perbaikan sedikit demi sedikit, yang dalam jangka yang agak panjang
akan bisa mencapai mutu yang sempurna. Inipun pada waktunya dapat disempurnakan
lagi sehingga sebenarnya usaha perbaikan mutu tidak pernah ada akhirnya. Mutu
memang tidak berbatas, selalu dapat ditingkatkan. Pimpinan konvensional
berfikir kalau 90% peker-jaan sudah baik adalah sudah cukup. Di bidang
pendidikan dan akademis standar mutu itu jelas selalu bergerak ke atas dan
harus selalu dikejar. Jadi jangan pernah berhenti berusaha meningkatkan mutu kinerja.
7. Mutu berarti perbaikan yang
berkelanjutan.
Ini adalah cara berfikir sebagai
kelanjutan dan konsekuensi pemikiran tersebut pada butir ke-6 di atas. Ini
berbeda dengan konsep management by objective yang mengartikan mutu sebagai
pencapaian tujuan yang ditentukan sebelumnya. Kedua cara berfikir itu tidak
perlu dianggap berbeda bila pekerjaan dibagi-bagi menjadi beberapa tahapan dan
untuk setiap tahap ditentukan tujuannya yang selalu meningkat dari awal sampai
akhir.
8. Para pemasok adalah mitra kerja.
Pekerjaan dalam suatu organisasi
selalu bersifat mengolah atau memroses masukan (barang, jasa dan/atau orang)
yang dipasok oleh orang lain. Mutu kinerja organisasi itu dipengaruhi oleh mutu
masukannya. Kalau organisasi itu memperlakukan para pemasok sebagai mitra
kerjanya, ia dapat mengharap mendapatkan mutu pasokan (masukan) yang baik.
Sebaliknya bila pemasok itu diperlakukan sebagai pesaingnya atau lawan
usahanya, maka para pemasok itu sulit diharapkan mau memasok masukan yang
bermutu. Jadi tidak benar bahwa mutu kinerja itu tidak ada kaitannya dengan
pemasok. Dalam bidang pendidikan tinggi, mahasiswa adalah masukan yang dipasok
oleh lembaga-lembaga pendidikan menengah. Sudahkah perguruan tinggi
memperlakukan sekolah-sekolah menengah itu sebagai mitra kerjanya?
9. Pelanggan adalah bagian integral
dari organisasi.
Mengapa demikian ? Karena sejak awal
pekerjaan organisasi itu direncanakan antara lain dengan mempertimbangkan
kebutuhan-kebu-tuhan dan harapan-harapan pelanggan. Jadi para pelanggan
(eksternal) itu sejak awal diharapkan memberi masukan kepada organisasi, dan
karena itulah mereka dikatakan merupakan bagian integral dari organisasi. Tanpa
memper-timbangkan kebutuhan dan harapan para pelanggan, tidak pernah diketahui
apakah hasil kerja itu akan bisa memuaskan pelanggan atau tidak. Jadi agar
organisasi dapat merencanakan kerja yang bermutu perlu para pimpinan organisasi
itu melihat para pelanggan sebagai bagian integral dari organisasi, dan bukan
sebagai orang-orang luar yang akan ditawari produk kerja organisasi.
Cara berfikir seperti digambarkan
pada sembilan butir di atas sangat perlu untuk diadopsi oleh para pimpinan yang
organisasinya menerapkan Manajemen untuk selalu bisa menggerakkan orang-orang
dan organisasinya meningkatkan mutu kerjanya secara berkelanjutan. Cara
berfikir tentang mutu semacam itu akan menjadi bagian dari kepribadian pemimpin
yang mendambakan mutu.
BAB
IV
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Pemimpin adalah inti dari manajemen. Ini berarti bahwa manajemen akan
tercapai tujuannya jika ada pemimpin. Kepemimpinan hanya dapat dilaksanakan
oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang mempunyai
keahlian memimpin, mempunyai kemampuan mempengaruhi pendirian/pendapat orang
atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya. Seorang pemimpin
adalah seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan
percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama-sama.
Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi perilaku orang-orang lain agar mau
bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi itu mengandung dua
pengertian pokok yang sangat penting tentang kepemimpinan, yaitu Mempengaruhi
perilaku orang lain. Kepe-mimpinan dalam organisasi diarahkan untuk
mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya, agar mau berbuat seperti yang
diharapkan ataupun diarahkan oleh orang yang memimpinnya.
Untuk menerapkan Manajemen dalam
suatu organisasi diperlukan adanya kepemimpinan yang ciri-cirinya berbeda
dengan kepemimpinan yang tidak untuk meraih mutu. Manajemen diterapkan dalam
organisasi yang melihat tugas organisasinya tidak sekedar melaksanakan tugas
rutin, yang sama saja dari hari ke hari berikutnya. Semua sudah ditentukan
standarnya, dan kalau kinerja sudah sesuai standar maka bereslah segalanya.
Manajemen juga mengenal standar kinerja, tetapi bedanya standar ini bersifat
dinamis, artinya standar itu selalu bisa ditingkatkan. Sehingga memungkinkan
terjadinya peningkatan mutu secara berkelanjutan. Untuk itu Manajemen
memerlukan kepemimpinan yang mempu-nyai ciri-ciri yang agak khusus seperti yang
akan dibahas berikut ini.
B. SARAN
Seorang pemimpin adalah
seseorang yang aktif membuat rencana-rencana, mengkoordinasi, melakukan
percobaan dan memimpin pekerjaan untuk mencapai tujuan bersama. Karakteristik
seorang pemimpin didasarkan pada prinsip-prinsip belajar seumur hidup,
berorientasi pada pelayanan dan membawa energi positif. Maka untuk menjadi
seorang pemimpin haruslah mempunyai pengetahuan dan jiwa pemimpin
Pemimpin Manajemen tidak berusaha memusatkan kepemimpinan pada dirinya, tetapi
akan menyebarkan kepemimpinan itu pada orang-orang lain, dan hanya me-nyisakan
pada dirinya yang memang harus dipegang oleh seorang pimpinan. Kepemimpinan
yang dimaksudkan adalah pengambilan keputusan dan pengaruh pada orang lain.
Pengambilan tentang kebijaksanaan organisasi tetap ditangan pimpinan-atas, dan
lainnya yang bersifat operasional atau bersifat teknis disebarkan kepada
orang-orang lain sesuai dengan kedudukan dan tugasnya
DAFTAR PUSTAKA
James K. Van Fleet, 1973, 22 Manajemen
Kepemimpinan, Jakarta:Mitra Usaha
Purwanto, Yadi, 2001, makalah: Manajemen
PT. Cendekia Informatika, Jakarta
http://artikelrande.blogspot.com/2010/07/manajemen-kepemimpinan_6811.html
W. Brown steven, 1998, Manajemen
Kepemipinan, Jakarta: Profesional Books